Saturday, December 5, 2009

AKIBAT TAK BERIZIN PLTU TANJUNG PASIR DI SEGEL PEMKAB LANGKAT

Akibat tidak mengindahkan 3 kali surat peringatan dari Pemkab. Langkat terkait pelanggaran Perda tentang pengurusan IMB, HO/gangguan, SITU dan IPAL, akhirnya aparat Satpol PP melakukan penyegelan terhadap bangunan dan alat berat PLTU Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu, Jum’at (23/10).



Tindakan eksekusi yang diawali pembacaan surat perintah Bupati Langkat Nomor ; 437/SP/POL-PP/2009 Tanggal 22 Oktober 2009 disambut tanpa perlawanan oleh Satkorlak maupun security PLTU. Kasatpol PP Edi Sahputra, SH menegaskan bahwa Pemkab. Langkat telah memberikan tenggang waktu yang cukup lama untuk pengurusan izin tersebut namun hingga saat ini belum ada i’tikad baik PLTU untuk menyelesaikannya. Ditegaskan Edi penyegelen akan tetap berlangsung sampai dengan pengurusan izin dituntaskan sebagaimana ketentuan.



Ketika dimintai keterangan Satkorlak PLTU Khairrullah yang juga perwakilan PLN Pembangkit Sumut I mengatakan bahwa masalah perizinan ia tidak tau menahu sebab bukan dalam kewenangannya, namun kapasitas dirinya sebagai koordinator teknis dilapangan.



Saat terjadi eksekusi di kantor Guangdong Power Enginer Corp (GPEC), Aparat Sat Pol PP meminta kepada puluhan tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari China untuk segera mengosongkan gedung. Tampak aparat melakukan penyegelan pada pintu masing-masing ruangan maupun pintu utama bangunan.



Eksekusi yang berlangsung selama 3 jam tersebut membuat seluruh karyawan lebih awal meninggalkan komplek PLTU. Terlihat hanya sejumlah security yang berjaga-jaga diluar kantor baik di kantor GPEC, kantor PT. NINCEC Multi Dimensi dan kantor Bagus Karya yang merupakan bagian dari konsorsium PLTU Tanjung Pasir Pangkalan Susu. Tampak dilapangan hadir sejumlah pejabat dan aparat diantaranya Muspika Pangkalan Susu, Denpom Pangkalan Berandan, Subbag Humas dan instansi terkait lainnya.


http://langkatkab.go.id/

PLTU Pangkalan Susu & Tarahan dibiayai BRI

JAKARTA: Konsorsium perbankan dalam negeri yang dipimpin Bank BRI akan mendanai proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat dan PLTU Tarahan II, Lampung Selatan dengan nilai US$328 juta.

Wadirut PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Rudiantara mengatakan BRI akan membentuk konsorsium bank dalam negeri untuk membiayai dua proyek pembangkit tersebut.

"Hari ini [kemarin] kami akan berbicara dengan mereka [BRI]. Mereka telah komitmen dan tinggal masalah teknis saja. Yang jelas, BRI akan jadi lead dari konsorsium itu," ujarnya kemarin.

PLTU Pangkalan Susu dan PLTU Tarahan II merupakan bagian dari proyek 10.000 megawatt (MW) tahap I. PLTU Pangkalan Susu yang berlokasi di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara itu direncanakan dibangun dengan kekuatan 400 MW.

Proyek itu bernilai US$270 juta rencananya akan dibangun oleh konsorsium yang melibatkan Chuan Dong China, PT Bagus Karya Jakarta dan PT Nincek Bandung.

Khusus PLT Tarahan II, proyek bernilai US$154,27 juta dan Rp595,1 miliar itu dimenangkan oleh kontraktor Jiangxi Electric Power Overseas Engineering dan PT Adhi Karya. Proyek pembangkit yang berlokasi di Kecamatan Katibung, Lampung Selatan itu berkapasitas 2x100 MW.

Pendanaan BRI untuk kedua PLTU itu merupakan bagian dari total kesediaan pembiayaan bank kepada PLN senilai 8,35 triliun dengan perincian Rp5,1 triliun untuk program pembangunan 10.000 MW dan fasilitas modal kerja atau operasional Rp3,2 triliun.

Modal kerja

Dalam rangka fasilitas modal kerja, BRI kembali telah mencairkan dana untuk fasilitas modal kerja kepada PLN sebesar Rp750 miliar.

Perjanjian kredit telah ditandatangani masing-masing Wadirut PLN Rudiantara dan Direktur Bisnis Kelembagaan BRI Asmawi Syam kemarin.

Menurut Rudiantara, PLN akan menggunakan fasilitas itu untuk kepentingan jaminan pembayaran gas, BBM, dan batu bara.

"Fasilitas kredit itu murni revolving pengadaan energi dengan masa tenor selama 1 tahun," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VII-DPR dari Fraksi Golkar Kahar Muzakir menilai usulan alokasi subsidi listrik 2010 yang mencapai Rp43,25 triliun masih terlalu tinggi bila dibandingkan dengan alokasi subsidi 2009 sebesar Rp42,46 triliun.

Menurutnya, komposisi penggunaan bahan bakar untuk tenaga listrik PLN pada 2010 diyakini akan lebih kecil dibandingkan dengan kondisi 2009.

"Komposisi penggunaan minyak sudah lebih sedikit dibandingkan dengan batu bara. Namun, subsidi masih mengacu pada komponen harga BBM. Kenapa harga batu bara tidak dimasukkan dalam perhitungannya."

Dia mengatakan dengan berkurangnya penggunaan BBM akan memengaruhi biaya operasional jaringan listrik sehingga asumsi BPP tenaga listrik juga turun. (12)

Oleh Firman Hidranto
Bisnis Indonesia

PLTU Pangkalan Susu & Tarahan dibiayai BRI

JAKARTA: Konsorsium perbankan dalam negeri yang dipimpin Bank BRI akan mendanai proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat dan PLTU Tarahan II, Lampung Selatan dengan nilai US$328 juta.

Wadirut PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Rudiantara mengatakan BRI akan membentuk konsorsium bank dalam negeri untuk membiayai dua proyek pembangkit tersebut.

"Hari ini [kemarin] kami akan berbicara dengan mereka [BRI]. Mereka telah komitmen dan tinggal masalah teknis saja. Yang jelas, BRI akan jadi lead dari konsorsium itu," ujarnya kemarin.

PLTU Pangkalan Susu dan PLTU Tarahan II merupakan bagian dari proyek 10.000 megawatt (MW) tahap I. PLTU Pangkalan Susu yang berlokasi di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara itu direncanakan dibangun dengan kekuatan 400 MW.

Proyek itu bernilai US$270 juta rencananya akan dibangun oleh konsorsium yang melibatkan Chuan Dong China, PT Bagus Karya Jakarta dan PT Nincek Bandung.

Khusus PLT Tarahan II, proyek bernilai US$154,27 juta dan Rp595,1 miliar itu dimenangkan oleh kontraktor Jiangxi Electric Power Overseas Engineering dan PT Adhi Karya. Proyek pembangkit yang berlokasi di Kecamatan Katibung, Lampung Selatan itu berkapasitas 2x100 MW.

Pendanaan BRI untuk kedua PLTU itu merupakan bagian dari total kesediaan pembiayaan bank kepada PLN senilai 8,35 triliun dengan perincian Rp5,1 triliun untuk program pembangunan 10.000 MW dan fasilitas modal kerja atau operasional Rp3,2 triliun.

Modal kerja

Dalam rangka fasilitas modal kerja, BRI kembali telah mencairkan dana untuk fasilitas modal kerja kepada PLN sebesar Rp750 miliar.

Perjanjian kredit telah ditandatangani masing-masing Wadirut PLN Rudiantara dan Direktur Bisnis Kelembagaan BRI Asmawi Syam kemarin.

Menurut Rudiantara, PLN akan menggunakan fasilitas itu untuk kepentingan jaminan pembayaran gas, BBM, dan batu bara.

"Fasilitas kredit itu murni revolving pengadaan energi dengan masa tenor selama 1 tahun," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi VII-DPR dari Fraksi Golkar Kahar Muzakir menilai usulan alokasi subsidi listrik 2010 yang mencapai Rp43,25 triliun masih terlalu tinggi bila dibandingkan dengan alokasi subsidi 2009 sebesar Rp42,46 triliun.

Menurutnya, komposisi penggunaan bahan bakar untuk tenaga listrik PLN pada 2010 diyakini akan lebih kecil dibandingkan dengan kondisi 2009.

"Komposisi penggunaan minyak sudah lebih sedikit dibandingkan dengan batu bara. Namun, subsidi masih mengacu pada komponen harga BBM. Kenapa harga batu bara tidak dimasukkan dalam perhitungannya."

Dia mengatakan dengan berkurangnya penggunaan BBM akan memengaruhi biaya operasional jaringan listrik sehingga asumsi BPP tenaga listrik juga turun. (12)

Oleh Firman Hidranto
Bisnis Indonesia

Tiga Bank BUMN Biayai Dua PLTU Rp3,94 Triliun

Jakarta (ANTARA News) - Tiga bank BUMN memberikan kredit sindikasi senilai Rp3,94 triliun untuk proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tarahan-Lampung dan PLTU Pangkalan Susu-Sumatera Utara.

Kredit sindikasi yang dipimpin oleh Bank BRI dengan jumlah kredit Rp1,38 triliun, Bank BNI dan Bank Mandiri masing-masing Rp1,28 triliun.

Perjanjian kredit sindikasi ini telah ditandatangani oleh Direktur BRI Asmawi Syam, Direktur Bank BNI Riswandi, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan Agus Mertayasa, Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar dan disaksikan oleh Menko Perekonomian/Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.

Direktur BNI Riswandi mengatakan kredit sindikasi tersebut untuk membiayai 85 persen dari total nilai proyek dari PLTU Tarahan dan PLTU Pangkalan Susu.

Menurut Riswandi, pembiayaan sektor kelistrikan merupakan salah satu sektor yang memiliki prospek bisnis sangat baik dalam beberapa tahun ke depan.

"Hingga kini permintaan pasarnya jauh lebih tinggi dibanding kapasitas PLN memasok listrik ke konsumen," katanya.

Bank BNI saat ini telah memberikan fasilitas pembiayaan untuk PLTU Indramayu Rp343,69 miliar, PLTU Rembang Rp465,13 miliar, PLTU Labuan Rp1,37 triliun, PLTU Tanjung Awar-awar Rp635,44 miliar dan paket empat proyek PLTU (Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Papua) Rp519,91 miliar.

Selain itu Bank BNI juga sedang memroses kredit untuk proyek induk pembangkit dan jaringan luar Jawa-Bali Rp700 miliar dan proyek transmisi gardu induk Areva Rp73,84 miliar.

Dengan demikian total fasilitas kredit yang telah diberikan dan yang sedang diproses Bank BNI untukl proyek PLN mencapai Rp6,26 triliun.

Sedangkan Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan Agus Mertayasa mengatakan kredit sindikasi tersebut berjangka waktu 10 tahun sejak perjanjian ini.

Kredit sindikasi senilai Rp3,94 triliun atau setara 328,480 juta dolar AS untuk pembiayaan porsi valas dari kedua proyek PLTU tersebut.

Untuk proyek PLTU ini Bank Mandiri telah menyalurkan kredit senilai Rp1,13 triliun untuk PLTU Labuan, Indramayu dan Rembang.

Hingga Juni 2009, dari ketiga proyek PLTU tersebut posisi kredit yang sudah ditarik oleh PLN telah mencapai Rp711,5 miliar.

Tuesday, November 24, 2009

Pidato Lengkap SBY Sikapi Kasus Century dan Bibit-Chandra

Pidato SBY menyikapi kasus Bank Century dan kasus Bibit-Chandra memang cukup panjang. Dia pidato sekitar 20 menit. Namun, pesan SBY sebenarnya jelas, meski kalimatnya panjang-panjang. Dalam kasus Century, SBY meminta kasus itu dibedah. Sedangkan dalam kasus Bibit dan Chandra, SBY meminta agar polisi dan jaksa tidak melanjutkan kasus itu.
Berikut transkrip pidato SBY selengkapnya :

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam sejahtera bagi kita semua

Saudara-saudara se-bangsa dan se-tanah air yang saya cintai dan saya banggakan
Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa serta dengan memohon ridho-Nya pada malam hari ini saya ingin menyampaikan penjelasan kepada seluruh rakyat Indonesia menyangkut dua isu penting yang berkaitan dengan penegakan hukum dan keadilan di negeri kita. Isu penting yang saya maksud adalah pertama, kasus Bank Century dan kedua kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto yang keduanya telah menjadi perhatian masyarakat yang amat mengemuka. Kedua isu ini juga telah mendominasi pemberitaan di hampir semua media massa disertai dengan percakapan publik yang menyertainya, bahkan disertai pula dengan berbagai desas-desus atau rumor yang tidak mengandungi kebenaran. Oleh karena itu, selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, malam ini saya pandang perlu untuk menjelaskan duduk persoalan serta sikap pandangan dan solusi yang perlu ditempuh terhadap kedua permasalahan tersebut.
Dalam waktu 2 minggu terakhir ini, saya sengaja menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan menyangkut Bank Century dan kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto, dengan alasan:
Kesatu, menyangkut kasus Bank Century selama ini saya masih menunggu hasil Pemeriksaan Investigasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan atas permintaan DPR RI. Saya sungguh menghormati proses itu dan saya tidak ingin mengeluarkan pernyataan yang mendahului, apalagi ditafsirkan sebagai upaya mempengaruhi proses audit investigatif yang dilakukan BPK. Tadi sore saya telah bertemu dengan Ketua dan anggota BPK yang menyampaikan laporan hasil pemeriksaan investigasi atas Bank Century. Dengan demikian, malam ini tepat bagi saya untuk menyampaikan sikap dan pandangan saya berkaitan dengan kasus Bank Century tersebut.
Kedua, menyangkut kasus hukum Sdr Chandra M Hamzah dan Sdr Bibit Samad Riyanto malam ini saya pandang tepat pula untuk menyampaikan sikap pandangan dan solusi paling tepat terhadap permasalahan itu. Mengapa? Saudara-saudara masih ingat pada tanggal 2 November 2009 yang lalu dengan mencermati dinamika di lingkungan masyarakat luas yang antara lain berupa silang pendapat kecurigaan dan ketidak-percayaan atas proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan Agung, saya telah membentuk sebuah Tim Independen, yaitu Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Sdr. Chandra M.Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto. Tim Independen ini yang sering disebut Tim-8 bekerja selama 2 minggu, siang dan malam, dan akhirnya pada tanggal 17 November 2009 yang lalu secara resmi telah menyerahkan hasil kerja dan rekomendasinya kepada saya. Setelah selama 5 hari ini jajaran pemerintah, termasuk pihak Polri dan Kejaksaan Agung saya instruksikan untuk merespons hasil kerja dan rekomendasi Tim-8, maka malam hari ini secara resmi saya akan menyampaikan kepada rakyat Indonesia, apa yang sepatutnya kita laksanakan ke depan.
Saudara-saudara,
Sebelum saya masuk ke dalam inti permasalahan tentang bagaimana sebaiknya kasus Bank Century dan kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto ini kita selesaikan dengan baik, saya ingin menyampaikan kepada segenap masyarakat luas bahwa cara-cara penyelesaian terhadap kasus hukum yang memiliki perhatian publik luas seperti ini mestilah tetap berada dalam koridor konstitusi hukum dan perundang-undangan yang berlaku seraya dengan sungguh-sungguh memperhatikan dan mendengarkan aspirasi dan pendapat umum. Solusi dan opsi yang kita tempuh juga harus bebas dari kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan, tetap jernih dan rasional, serta bebas dari tekanan pihak manapun yang tidak semestinya. Dan di atas segalanya kita harus tetap bertumpu kepada dan menegakkan kebenaran dan keadilan.

Rakyat Indonesia yang saya cintai,
Sekarang saya akan menjelaskan yang pertama dulu, yaitu sikap dan pandangan saya tentang kasus Bank Century.
Yang pertama-tama harus kita pahami adalah pada saat dilakukan tindakan terhadap Bank Century tersebut, situasi perekonomian global dan nasional berada dalam keadaan krisis. Hampir di seluruh dunia terjadi goncangan keuangan dan tidak sedikit pula krisis di dunia perbankan. Banyak negara melakukan tindakan untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian mereka.
Pada bulan November 2008 yang lalu, apa yang dilakukan oleh pemerintah dan BI, mestilah dikaitkan dengan situasi dan konteks demikian, sehingga tidak dianggap keadaannya normal-normal saja. Kita punya pengalaman sangat pahit dan buruk 10-11 tahun lalu, ketika Indonesia mengalami rangkaian krisis yang menghancurkan perekonomian kita. Dengan demikian kebijakan yang ditempuh untuk melakukan tindakan terhadap Bank Century yang di antaranya adalah tindakan hukum terhadap para pengelola Bank Century serta penyaluran dana penyertaan modal sementara, sesungguhnya bertujuan untuk mencegah terjadinya krisis perbankan bahkan perekonomian. Meskipun ketika berlangsungnya proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan dan tugas untuk itu, saya sedang mengemban tugas di luar negeri, tetapi saya memahami situasi yang ada di tanah air beserta rangkaian upaya untuk menyelamatkan perbankan dan perekonomian kita.
Tetapi kini yang menjadi perhatian DPR RI dan berbagai kalangan masyarakat adalah :
Pertama, sejauh mana proses pengambilan keputusan dan tindakan penyaluran dana penyertaan modal sementara kepada Bank Century yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu dinilai tepat atau ‘proper’?
Kedua, apakah ada pihak-pihak tertentu dengan kepentingannya sendiri dan bukan kepentingan negara meminta atau mengarahkan pihak pengambil keputusan dalam hal ini, Menkeu dengan jajarannya dan BI, yang memang keduanya memiliki kewenangan untuk itu?
Ketiga, apakah penyertaan modal sementara yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu ada yang ‘bocor’ atau tidak sesuai dengan peruntukannya? Bahkan berkembang pula desas-desus, rumor, atau tegasnya fitnah yang mengatakan bahwa sebagian dana itu dirancang untuk dialirkan ke dana kampanye Partai Demokrat dan Capres SBY, fitnah yang sungguh kejam dan sangat menyakitkan.
Keempat, sejauh mana para pengelola Bank Century yang melakukan tindakan pidana diproses secara hukum, termasuk bagaimana akhirnya dana penyertaan modal sementara itu dapat kembali ke negara?
Saudara-saudara
Saya sungguh memahami munculnya sejumlah pertanyaan kritis itu yang tentunya memerlukan penjelasan dan klarifikasi dari pihak-pihak terkait. Saya pun memiliki kepedulian dan rasa ingin tahu sebagaimana yang dialami oleh masyarakat kita. Saya juga ingin keempat pertanyaan kritis menyangkut kasus Bank Century yang saya sebutkan tadi juga mendapatkan jawaban yang tegas dan benar.
Dengan telah saya terimanya hasil pemeriksaan investigasi BPK atas kasus Bank Century sore tadi, pemerintah akan segera mempelajari dan pada saatnya nanti saya akan meminta Sdri. Menteri Keuangan dengan jajarannya bersama-sama dengan pihak BI untuk memberikan penjelasan dan klarifikasinya. Saya sungguh ingin keterbukaan dan akuntabilitas dapat kita tegakkan bersama. Saya juga ingin semua desas-desus, kebohongan dan fitnah dapat disingkirkan dengan cara menghadirkan fakta dan kebenaran yang sesungguhnya.
Terhadap pemikiran dan usulan sejumlah anggota DPR RI untuk menggunakan Hak Angket terhadap Bank Century, saya menyambut dengan baik agar perkara ini mendapatkan kejelasan serta sekaligus untuk mengetahui apakah ada tindakan-tindakan yang keliru dan tidak tepat. Bersamaan dengan penggunaan Hak Angket oleh DPR RI tersebut, saya juga akan melakukan sejumlah langkah tindakan internal pemerintah, berangkat dari hasil dan temuan Pemeriksaan Investigasi BPK tersebut.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah percepatan proses hukum bagi para pengelola Bank Century dan segera dapat dikembalikannya dana penyertaan modal yang berjumlah Rp 6,7 triliun itu kepada negara. Saya telah menginstruksikan Jaksa Agung dan Kapolri untuk melaksanakan tugas penting ini.
Saudara-saudara,
Pada bagian kedua ini saya akan menyampaikan sikap, pendapat dan langkah tindakan apa yang perlu dilakukan menyangkut kasus hukum Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto.
Sejak awal, proses hukum terhadap 2 pimpinan KPK non-aktif ini telah menimbulkan kontroversi, pro dan kontra di kalangan masyarakat. Kecurigaan terhadap kemungkinan direkayasanya kasus ini oleh para penegak hukum juga tinggi. Dua hari yang lalu saya juga mempelajari hasil survey oleh Lembaga Survey yang kredibel yang baru saja dilakukan, yang menunjukkan bahwa masyarakat kita memang benar-benar terbelah.
Di samping saya telah mengkaji laporan dan rekomendasi Tim-8, saya juga melakukan komunikasi dengan 2 pimpinan Lembaga Tinggi Negara di wilayah ‘justice system, yaitu Sdr. Ketua Mahkamah Agung dan Sdr. Ketua Mahkamah Konstitusi. Saya juga melakukan komunikasi dengan segenap pimpinan KPK dan tentu saja saya pun telah mengundang Kapolri dan Jaksa Agung untuk mencari solusi terbaik atas kasus ini. Di luar itu, saya juga patut berterima kasih kepada para pakar hukum yang 5 hari terakhir ini, sejak Tim-8 menyampaikan rekomendasinya, juga memberikan sumbangan pemikiran kepada saya.
Dalam kaitan ini, sesungguhnya jika kita ingin mengakhiri silang pendapat mengenai apakah Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto salah atau tidak salah, maka forum atau majelis yang tepat adalah pengadilan. Semula saya memiliki pendirian seperti ini. Dengan catatan, proses penyidikan dan penuntutan mendapatkan kepercayaan publik yang kuat. Dan tentu saja proses penyidikan dan penuntutan itu ‘fair, objektif dan disertai bukti-bukti yang kuat.
Dalam perkembangannya, justru yang muncul adalah ketidakpercayaan yang besar kepada pihak Polri dan Kejaksaan Agung, sehingga telah masuk ke ranah sosial dan bahkan ranah kehidupan masyarakat yang lebih besar. Oleh karena itu, faktor yang saya pertimbangkan bukan hanya proses penegakan hukum itu sendiri, tapi juga faktor-faktor lain seperti pendapat umum, keutuhan masyarakat kita, azas manfaat, serta kemungkinan berbedanya secara hakiki antara hukum dengan keadilan.
Sebelum memilih opsi atau konstruksi penyelesaian kasus ini di luar pertimbangan faktor-faktor non-hukum tadi, saya juga menilai ada sejumlah permasalahan di ketiga Lembaga Penegak Hukum itu, yaitu di Polri, Kejaksaan Agung dan KPK. Permasalahan seperti ini tentu tidak boleh kita biarkan dan harus kita koreksi, kita tertibkan dan kita perbaiki.
Oleh karena itu, solusi dan opsi lain yang lebih baik yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan, namun perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu, yaitu Polri, Kejaksaan Agung dan KPK.
Solusi seperti ini saya nilai lebih banyak manfaatnya dibanding mudharatnya. Tentu saja cara yang ditempuh tetaplah mengacu kepada ketentuan perundang-undangan dan tatanan hukum yang berlaku. Saya tidak boleh dan tidak akan memasuki wilayah ini, karena penghentian penyidikan berada di wilayah Lembaga Penyidik (Polri), penghentian tuntutan merupakan kewenangan Lembaga Penuntut (Kejaksaan), serta pengenyampingan perkara melalui pelaksanaan asas oportunitas merupakan kewenangan Jaksa Agung. Tetapi sesuai dengan kewenangan saya, saya menginstruksikan kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk melakukan penertiban, pembenahan dan perbaikan di institusinya masing-masing berkaitan dengan kasus ini. Demikian pula saya sungguh berharap KPK juga melakukan hal yang sama di institusinya.

Rakyat Indonesia yang saya cintai dan saya banggakan.
Jika pada akhirnya, insya Allah, kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Riyanto ini dapat kita selesaikan, tugas kita masih belum rampung. Justru kejadian ini membawa hikmah dan juga pelajaran sejarah bahwa reformasi nasional kita memang belum selesai, utamanya reformasi di bidang hukum. Kita semua para pencari keadilan juga merasakannya. Bahkan kalangan internasional yang sering ‘fair’ dan objektif dalam memberikan penilaian terhadap negeri kita juga menilai bahwa sektor-sektor hukum kita masih memiliki banyak kekurangan dan permasalahan. Sementara itu prestasi Indonesia di bidang demokrasi, peng-hormatan kepada HAM dan kebebasan pers mulai diakui oleh dunia. Demikian juga pembangunan kembali perekonomian pasca krisis 1998 juga dinilai cukup berhasil. Sementara itu, dunia juga menyambut baik peran internasional Indonesia pada tahun-tahun terakhir ini yang dinilai positif dan konstruktif.
Oleh karena itu, sebagaimana yang telah saya sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa 5 tahun mendatang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tetap menjadi prioritas pemerintah. Bahkan dalam program 100 hari, saya telah menetapkan gerakan Pemberantasan Mafia Hukum sebagai prioritas utama. Kita sungguh serius. Agar masyarakat bisa hidup lebih tentram, agar keadaan menjadi lebih aman dan tertib, agar perekonomian kita terus berkembang, dan agar citra Indonesia di mata dunia bertambah baik, maka reformasi di bidang hukum harus benar-benar sukses dan korupsi harus berhasil kita berantas.
Khusus untuk menyukseskan gerakan Pemberantasan Mafia Hukum, saya sedang mempersiapkan untuk membentuk Satuan Tugas di bawah Unit Kerja Presiden yang selama 2 tahun kedepan akan saya tugasi untuk melakukan upaya Pemberantasan Mafia Hukum. Saya sungguh mengharapkan dukungan dan kerja sama dari semua Lembaga Penegak Hukum, dari LSM dan Media Massa, serta dari masyarakat luas. Laporkan kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum jika ada yang menjadi korban dari praktik-praktik Mafia Hukum itu, seperti pemerasan, jual-beli kasus, intimidasi dan sejenisnya.
Dalam kaitan ini, saya menyambut baik rekomendasi Tim-8 dan juga suara-suara dari masyarakat luas agar tidak ada kasus-kasus hukum, utamanya pemberantasan korupsi yang dipetieskan di KPK atau juga di Polri dan Kejaksaan Agung. Kalau tidak cukup bukti hentikan, tetapi kalau cukup bukti mesti dilanjutkan. Hal ini untuk menghindari kesan adanya diskriminasi dan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Apalagi kalau pemeti-esan ini berkaitan dengan praktik-praktik Mafia Hukum tadi.
Akhirnya saudara-saudara, marilah kita terus melangkah ke depan dan bekerja lebih gigih lagi untuk menyukseskan pembangunan bangsa.
Kepada jajaran Polri, Kejaksaan Agung, KPK dan Lembaga-Lembaga penegak hukum dan pemberantas korupsi lainnya, teruslah berbenah diri untuk meningkatkan integritas dan kinerjanya. Bangun kerja sama dan sinergi yang lebih baik dan hentikan disharmoni yang tidak semestinya terjadi.
Kepada masyarakat luas di seluruh tanah air marilah kita lebih bersatu lagi dan cegah perpecahan di antara kita. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Semoga Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa membimbing perjalanan bangsa kita ke arah yang benar.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sumber: http://detiknews.com

Sunday, November 1, 2009

TV Australia Tayangkan Dendam "Balibo Five" pada Indonesia

Brisbane (ANTARA) - Dendam sejarah keluarga lima wartawan Australia yang tewas saat serdadu Indonesia masuk ke Balibo, Timor Timur (Timtim), tahun 1975 kembali menjadi komoditas media Australia.

Kali ini Stasiun TV "Channel Nine" mengangkat apa yang disebutnya kisah "pencarian keadilan" Greig dan Ann, dua saudara Gary Cunningham yang bersama empat rekannya terbunuh di Balibo 34 tahun lalu itu, dalam program acara "60 Minutes"-nya Minggu malam.

Seperti umumnya banyak tayangan terdahulu, bingkai pemberitaan Stasiun TV "Channel Nine" Minggu malam yang diisi dengan cuplikan gambar film layar lebar "Balibo" (2009) itu menempatkan Indonesia sebagai pembunuh.

Dua orang saudara Gary Cunningham itu datang bersama reporter dan juru kamera stasiun TV ini ke Timtim, termasuk ke sebuah rongsokan rumah yang mereka yakini sebagai tempat kelima wartawan itu tewas.

Tayangan di acara "60 Minutes" itu, "Channel Nine" menghadirkan seorang pria Timtim yang mengaku menyaksikan langsung apa yang disebutnya "aksi pembantaian" oleh pasukan TNI atas kelima wartawan yang kemudian kasus kematian mereka dikenal dengan sebutan "Balibo Five" ini.

Selain itu, diwawancarai pula Presiden Timtim Ramos Horta dan Juru bicara Departemen Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah.

Dalam pertanyaannya kepada Teuku Faizasyah, reporter TV "Channel Nine" tidak hanya mempertanyakan apa yang disebutnya pembunuhan terhadap lima wartawan Australia tetapi juga apakah pemerintah RI akan "mengekstradisi" Yunus Yosfiah, purnawirawan perwira TNI yang dituding sebagai pelaku, ke Australia.

Menanggapi pertanyaan ini, Teuku Faizasyah menegaskan bahwa kelima wartawan tersebut tewas dalam baku tembak , sehingga tidak akan ada ekstradisi Yunus Yosfiah ke Australia karena Indonesia memandang kasus "Balibo Five" sudah ditutup.

Dalam tayangan itu, "Channel Nine" mengesankan bahwa Australia berjasa dalam pemerdekaan Timtim dari Indonesia dan luka sejarah yang dirasakan dua anggota keluarga Cunningham pada Indonesia itu tidak akan pernah mati sampai orang-orang yang diyakini mereka sebagai pembunuh dihukum.

Dendam sejarah ini kembali dihadirkan ke publik negara itu setelah Polisi Federal Australia (AFP) memutuskan untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang dalam kasus "Balibo Five" itu pada 8 September 2009.

Pada Juli dan Agustus 2009, memori publik Australia tentang "Balibo Five" sudah dibangun lewat suguhan film Balibo di Festival Film Internasional Melbourne dan Brisbane.

Keputusan Koroner NSW

Namun opini publik negara itu tentang pihak yang bertanggung jawab terhadap kematian lima wartawan tahun 1975 ini sudah terbangun sejak adanya kesimpulan Pengadilan Glebe Coroners NSW pada 16 November 2007 bahwa personil TNI adalah pihak yang membunuh lima wartawan Australia tersebut.

Kesimpulan pengadilan koroner yang digelar untuk melihat kasus kematian Brian Peters itu diungkapkan wakil Pengadilan Koroner NSW, Dorelle Pinch.

Pinch mengatakan kepada pengadilan bahwa kelima wartawan tersebut tidak tewas dalam kontak tembak antara personil TNI dengan Fretilin tetapi dibunuh atas perintah Komandan Lapangan Kapten Yunus Yosfiah.

Terhadap penyelidikan AFP ini, pemerintah Australia menjadikan independensi keputusan Pengadilan Koroner NSW yang mendorong AFP membuka kembali kasus ini "tameng" menghadapi reaksi keberatan Indonesia.

Dalam konferensi persnya di Perth, 11 September lalu, Menteri Luar Negeri Australia Stephen Smith menegaskan ketidakterlibatan pemerintahnya dalam keputusan apa pun yang terkait dengan penyelidikan kasus "Balibo Five" karena itu sepenuhnya merupakan urusan AFP.

"Sebagai Menlu, saya tidak punya peran di dalam soal (keputusan AFP) ini. Tidaklah tepat bagi menteri manap un ikut bermain. Jadi semua ini didasarkan pada penilaian independen AFP," katanya.

Menanggapi keputusan AFP ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah pun mengingatkan Australia agar ikut mendukung upaya Komisi Kebenaran dan Persahabatan (CTF) Indonesia-Timor Leste mengakhiri konflik secara bijak dan melihat ke depan dengan sejumlah rekomendasi yang ditindaklanjuti Indonesia dan Timor Leste.

"Ini penting agar hubungan dengan Australia yang sekarang dalam keadaan baik, bahkan sangat baik, tidak terganggu dengan masalah-masalah yang muncul, karena menggunakan cara berpikir, yang menurut kita tidak tepat," katanya di Jakarta beberapa waktu lalu.

Sejak insiden yang menewaskan Greg Shackleton, Tony Stewart, Brian Peters, Malcolm Rennie, dan Gary Cunningham itu 34 tahun lalu, Yunus Yosfiah, purnawirawan perwira TNI yang pernah bertugas di Timtim, terus terseret ke dalam pusaran masalah ini.

Tuduhan ini pun sudah berulang kali dibantah mantan Menteri Penerangan semasa pemerintahan Presiden BJ Habibie( 1998-99) itu.


Antara

Tuesday, September 29, 2009

Umat Hindu Kampung Bali Ikut Merayakan Nyepi

Tak hanya umat Hindu di Bali yang dapat merasakan kentalnya nuansa religius Hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1931. Di "Kampung Bali", sebuah perkampungan umat Hindu di Kabupaten Langkat pun aroma nyepi begitu terasa.


Meski sederhana, hanya diikuti beberapa puluh orang saja, namun upacara menyongsong Hari Raya Nyepi di Dusun VI Kampung Bali, Desa Paya Tusam, Kabupaten Langkat, Rabu 25 Maret berjalan hikmat.


Wartawan Global sengaja berkunjung ke tempat terpencil itu untuk mengikuti dari dekat sebuah tradisi keagamaan masyarakat Hindu Langkat yang setiap tahun tak pernah absen dirayakan.


Warga Hindu yang tinggal di Kampung Bali ini, dahulunya merupakan pengungsi dari Dusun Kadelalang, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, akibat pemukiman mereka dilanda lahar panas dari Gunung Agung di Bali yang meletus pada tahun 1963.


Sebagian dari mereka kemudian bekerja di Perkebunan Tanjung Gabus, Kabupaten Deliserdang. Lima tahun bekerja, permohon mereka untuk diberikan perkampungan kecil dikabulkan pihak perkebunan. "Kampung Bali ini sudah ada sekitar tahun 1970 -1975," kata Kepala Dusun VI, Kampung Bali, Nyoman Sumandro.


Para pengungsi penganut Hindu Bali itu, kemudian membangun gubuk-gubuk tempat berteduh, juga membangun tempat beribadah-nya yaitu Pura Penataran Agung yang berdiri megah di tengah-tengah lokasi pemukiman mereka.


Di pura inilah Rabu lalu, warga yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak berbaur jadi satu sembari melantunkan puji-pujian yang dipimpin Dewa Putu Dana, satu-satunya pemangku agama Hindu yang tersisa di Kampung Bali ini.


Alunan doa dengan bahasa Hindu itupun terdengar sahdu. Para jamaah yang mengenakan pakaian adat Bali mengikuti ritual, dan berbagai prosesi keagamaan lain yang lazim dilakukan masyarakat Hindu Bali di Pulau Dewata.


Seperti yang terlihat Rabu kemarin, mereka terlihat hikmat mengikuti upacara Tawur Kesangeh, sebuah upacara yang dilakukan sehari sebelum Hari Raya Nyepi.


Upacara ini bermakna untuk menyucikan diri di Pura dan berlanjut dengan membuang sesajen di aliran sungai Wampu. Selanjutnya, Kamis (26/3), atau bertepatan Hari Raya Nyepi, mereka melakukan ritual tapa, yoga dan semadi sehari penuh tanpa makan dan minum.


Menurut pemangku agama Hindu di Kampung Bali, Dewa Putu Dana, meski jauh dari Bali, tapi ritual upacara Hari Raya Nyepi masih tetap mereka melakukan.


Bahkan sejumlah pantangan dalam perayaan Hari Raya Nyepi juga mereka patuhi, seperti tidak boleh bekerja (amati karya), tidak boleh menyalakan api dan lampu (amati geni) tidak boleh bepergian (amati lelungan) dan tidak boleh menikmati hiburan, seperti menonton televisi, mendengarkan radio, dan bercanda (amati lelanguan).


YUNI-FAUZI | GLOBAL | LANGKAT

Melihat Sepotong Bali di Langkat

Dupa menyala. Altar pura penataran agung itu penuh dengan sesajen aneka penganan dan buah-buahan yang dipersembahkan warga. Dipimpin seorang pemangku adat, Dewa Putu Dana, tua-muda berdoa dengan hikmat. Puncaknya, mereka bersama-sama melarung sesajen ke sungai sebagai simbol menolak bala.

Adegan itu bagian dari ritual Mecaru. Sebuah tradisi masyarakat Bali menyambut datangnya Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1931. Untuk melihat ritual Mecaru tidak harus ke Bali. Ritual itu berlangsung di Dusun VI Kampung Bali, Desa Paya Tusam, Kabupaten Langkat, Rabu (25/3) lalu.



Sejak siang hari warga Kampung Bali, khususnya kaum perempuan, berbondong-bondong membawa sesajen berisi buah-buahan dan aneka penganan menuju pura penataran agung Suka Duka Dirga Yuga, Cipta Dharma Langkat di desa itu. Dengan cara diarak, sesajen diletakkan pada kayu bambu yang disusun sedemikian rupa, dihiasai janur kuning.

Sesaat sebelum upacara dimulai, seluruh warga yang terdiri dari anak-anak, pria dan wanita berkumpul. Mereka memakai pakaian khusus. Untuk pria memakai pakaian berwarna putih, serta sarung warna kuning (pepeket) dan topi putih . Sedangkan untuk para perempuannya tidak ada yang khusus kecuali di kanan kiri kening tampak ada dua butir beras yang dilengketkan.

Menurut Ketut Sarto salah seorang sesepuh Kampung Bali, pakaian yang dikenakan memiliki makna filosofis. Pepeket yang dibelitkan di dipinggang berfungsi untuk menahan nafsu serta angkara murka (marah). Sedangkan arti baju putih sebagai simbol suci.

Setelah sesajen lengkap, saatnya pemangku adat Dewa Putu Dana membacakan doa-doa dengan bahasa Bali untuk memuja Widya Loka Nata (Sang Pencipta). Prosesi ini berlangsung lebih kurang satu jam. Selama prosesi ini warga diam duduk manis mendengarkan Dewa Putu Dana membacakan doa berbahasa Bali dengan hikmat. Kaum perempuan duduk bersimpuh, sedangkan prianya duduk bersilang.

Puncaknya, sesajen pun dilarung di sungai. “Maksudnya, untuk membuang bala, yang sebelum sesajen itu dibuang telah dilakukan ritual khusus serta beberapa mantra di bacakan,” kata Ketut Sarto.

Sepotong Bali

Melihat Kampung Bali, Desa Paya Tusam, Kabupaten Langkat tidak ubahnya melihat sepotong Pulau Dewata. Pura mudah ditemui pada kiri kanan jalan di pintu masuk. Sebagaimana pura yang ditemukan di Bali, pura di kampung itu identik dengan tempat suci, memiliki altar yang berfungsi untuk meletakkan sesajen.

Meski demikian, warga setempat ada yang menilai lebih. Selain makna ritual, pura sebuah penggambaran seni. “Warga Bali kaya dengan seni. Kita tidaklah menyembah patung. Karena tuhan itu tidak nampak, hanya berupa cahaya. Sedangkan kalau untuk gambar naga yang ada di pintu masuk maupun tempat sesajian, cuma hiasan saja,” terang Inenga Samba, seorang warga.

Tradisi Mecaru adalah salah satu budaya yang masih diwarisi warga Kampung Bali di Langkat. Tradisi itu dilaksanakan sehari menjelang Hari Raya Nyepi yang jatuh, Kamis (26/3) kemarin.

Seperti masyarakat Bali umumnya, dalam ritual Nyepi warga Kampung Bali pun melaksanakan ritual apa yang disebut Tapa Brata Penyepian yang jatuh tiap 420 hari sekali. Ada empat larangan yang tidak boleh dilakukan umat Hindu selama ritual pergantian tahun baru Saka tersebut. Keempat larangan itu amati karya (tidak boleh bekerja), amati geni (tidak boleh menyalakan api dan lampu), amati lelungan (tidak boleh bepergian), dan amati lelanguan (tidak boleh menikmati hiburan, seperti menonton televisi, mendengarkan radio, dan bercanda).

Biasanya, di Bali jika ada warga yang membandel tidak mematuhi empat larangan itu, maka akan dikenai sanksi adat. Sanksi ini berbeda-beda di masing-masing desa. Ada yang memberi sanksi denda uang ataupun denda kerja sosial. Pecalang (petugas keamanan desa adat) bertugas mengawasi warga yang melanggar keempat larangan ini.

Menurut Kepala Dusun VI Kampung Bali,Desa Paya Tusam ,Kabupaten Langkat Nyoman Sumandro sejarah “Kampung Bali” berawal dari sekitar tahun 1963. Para perantauan dari Pulau Bali yang bekerja kontrak selama 5 tahun di Kebun Tanjung Gabus memohon kepada Suka Duka di Medan untuk dibuat kampung khusus bagi warga Bali di Dusun Bingei, Langkat dan permohonan tersebut dikabulkan.

Kampung Bali pun resmi berdiri sekitar tahun 1970 -1975 sampai sekarang.

Menderes getah adalah pekerjaan sebagian besar warga di Kampung Bali. Menurut Nyoman Sumandro, dalam sebulan kampungnya mampu menghasilkan sekitar 32 ton getah karet yang kemudian dijual warga kepada toke di kampung seminggu sekali. “Penghasilan warga lumayan dan di sini tidak ada pengganguran, semua warga bekerja sebagai petani karet dan sawit,”ujar Nyoman Sumadro .

Saat Syamsul Arifin SE menjabat Bupati Langkat, Kampung Bali dicanangkan sebagai dusun Pariwisata Budaya Kabupaten Langkat. “Pak Syamsul waktu itu membantu pembangunan jalan di dusun ini,” kata Nyoman.

Warga pun mendukung pencanangan Kampung Bali sebagai desa wisata. Karena itu, baru-baru ini Kades Paya Tusam Susanto bersama warga menemui Muspida Pemkab Langkat di Stabat. “Dalam pertemuan tersebut kami meminta kepada Pemkab Langkat kalau memang Kampung Bali mau dijadikan kampung pariwisata maka kami minta agar di pintu masuk ke dusun kami dibangun gapura. Selain gapura kita juga usulkan disediakan gamelan. Sedangkan untuk gurunya kita sudah ada namun gajinya harus ditanggung pemerintah,”kata Nyoman.

Muasal Kampung Bali juga diceritakan Nengah Kariadi, selaku ketua Suku kampung Bali. Menurutnya, semuanya berawal dari adanya ikatan kontrak kerja terhadap warga Bali di PTP II Tanjung Garbus Lubukpakam pada tahun 1974. Kemudian setelah habis kontrak para pekerja berencana untuk menetap di Sumatra Utara. Awalnya, pemerintah pada waktu itu memberikan lokasi TNB (Tanah Negara Bebas) di desa Paya Tusam Kecamatan Sei Wampu Kabupaten Langkat sebanyak sekitar 2 hektar. “Dari lahan 2 hektar itulah bapak kami dulu membangun desa Kampung Bali ini,” katanya.

Begitulah. Dengan luas sekitar 200 hektar, Kampung Bali di Langkat yang dihuni oleh 105 KK mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu. Karenanya, begitu memasuki hari-hari besar agama Hindu, seperti Hari Raya Nyepi barusan, suasananya begitu terasa. Bali sekali!

YUNI-FAUZI | GLOBAL | Langkat

Sunday, September 27, 2009

Tahukah Anda

Tanaman mangrove sering ditanam di pantai. Tahukah Anda, apa tujuannya? Apakah Anda juga tahu, kalau mangrove itu tidak selalu bakau?

Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang tumbuh di air payau (tempat pertemuan air tawar dengan air laut). Di dunia ini, ada puluhan jenis mangrove. Khusus di Benua Asia, ada 75 jenis mangrove. Nah, kita boleh bangga karena dari jumlah itu, sebanyak 37 jenis ada di Indonesia.

Jenis mangrove yang paling baik dan paling sering ditemukan ada empat: bakau, api-api, tancang, dan pedada. Mereka tahan terhadap cuaca panas dan mudah berkembang biak.

Mangrove ditanam di wilayah pantai untuk melindungi wilayah tersebut dari abrasi (pengikisan oleh air laut). Akar tunjang tanaman mangrove, yang menancap kuat jauh ke dalam tanah, mampu menahan ganasnya ombak laut.

Fungsi lain tanaman mangrove adalah sebagai penyaring air. Bagian akar tanaman ini (khususnya bakau) yang tumbuh di atas pasir/lumpur mampu menyaring kotoran (sampah, lumpur, bahan kimia) dari air sungai. Maka, air yang mengalir ke laut menjadi bersih. Ikan, udang, kepiting, kerang, dan terumbu karang yang hidup di pantai pun jadi lebih terjamin hidupnya.

Nah, Indonesia punya sekitar 10 juta hektar hutan mangrove. Namun, hampir setengahnya berada dalam kondisi rusak. Banyak hutan mangrove yang tidak dipelihara dan penuh sampah. Banyak pula yang dibabat warga sekitar agar tempatnya bisa dijadikan usaha tambak udang.

Demi kebaikan bersama bangsa Indonesia dan lingkungannya, mari kita dukung usaha-usaha untuk menyelamatkan dan melestarikan hutan mangrove. Tentu, setiap orang punya cara masing-masing. Contohnya, ada yang langsung terjun ke lapangan (menanam bibit dan memberi penyuluhan). Ada pula yang mendukung dengan memberi dana kepada pemerintah dan kelompok masyarakat mandiri. Anda pilih yang mana?


Sumber : Andrie Wongso team

Thursday, September 10, 2009

Sekilas Aceh Tamiang

Kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Kabupaten yang mempunyai semboyan: Kaseh pape setie mati ini terletak dekat dengan perbatasan Sumatera Utara. Berasal dari kata Da Miang. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang seperti prasasti Sriwijaya, kemudian ada riwayat dari Tiongkok karya Wee Pei Shih yang mencatat keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Nagarakretagama. Daerah ini juga dikenal dengan nama Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan Cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda di masa itu.

Kabupaten ini berada di jalur timur Sumatera yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota Medan sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah daripada daerah Aceh lainnya. Disamping itu, kawasan ini relatif lebih aman semasa GAM berjaya dahulu. Ketika seruan mogok oleh GAM diberlakukan di seluruh Aceh, hanya kawasan ini khususnya Kota Kuala Simpang yang aktivitas ekonominya tetap berjalan

Daftar isi


* 1 Potensi daerah
* 2 Pemerintahan
o 2.1 Bupati
o 2.2 Kecamatan
* 3 Referensi
o 3.1 Sumber
o 3.2 Lihat pula
o 3.3 Pranala luar

Potensi daerah

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan kawasan kaya minyak dan gas, meski jumlahnya tidak sebesar Aceh Utara, dan kawasan ini juga merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di NAD. Disamping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang Kanan) dan Sungai Kaloy. Aceh Tamiang selain diatas juga mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan.

Pemerintahan

Aceh Tamiang merupakan pecahan dari Kabupaten Aceh Timur dan merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang didominasi oleh etnis Melayu. Selain orang Melayu, juga terdapat orang Aceh, Gayo, Jawa, Karo dan lain sebagainya.

Bupati

Pejabat Bupati Ishak Djuned menggantikan Abdul Latief yang dilantik gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh tanggal 28 Agustus 2004. Bupati yang sekarang adalah Drs. H. Abdul Latief, sebagai hasil Pilkada untuk masabakti 2007 - 2012.

Kecamatan

Aceh Tamiang terdiri dari 8 kecamatan, yakni :

1. Bendahara
2. Karang Baru
3. Kejuruan Muda
4. Kota Kuala Simpang
5. Manyak Payed
6. Rantau
7. Seruway
8. Tamiang Hulu

sumber : wikipedia

Penerimaan CPNS Aceh Tamiang

KUALA SIMPANG – Sedikitnya 536 orang akan diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Aceh Tamiang pada tahun 2009. Perebutan jatah untuk menjadi PNS akan berlangsung melalui testing yang akan berlangsung diperkirakan bulan depan (Oktober 2009). Kepala Badan Kepegawaian Aceh Tamiang, Basyarudin SH kepada Serambi, Rabu (9/9) mengatakan, formasi PNS di Aceh Tamiang masih diperlukan. Jumlah PNS saat ini di Aceh Tamiang sekitar 6.000-an orang yang didominasi profesi guru dan tenaga medis. Jumlah itu masih kurang jika berdasarkan formasi yang saat ini sudah terisi.

Karenanya pada tahun ini Aceh Tamiang memperoleh jatah sekitar 536 orang lagi untuk mengisi formasi PNS di Aceh Tamiang yang masih kurang. Perebutan 536 jatah PNS akan dikompetisikan melalui testing yang diperkirakan akan berlangsung Oktober 2009. Kata Basyar, jatah khusus untuk guru mencapai 200 orang dan para medis sekitar seratus orang lebih. Selanjutnya sisa yang 200 orang lebih lagi akan mengisi formasi birokrasi yang kosong saat ini. Namun yang dibenarkan testing untuk memperebutkan jatah 536 formasi PNS tersebut minimal berijazah D 2. Bahkan diharapkan peserta testing memiliki ijazah S 1 (sarjana).

Dijelaskan Basyar, persaingan perebutan jatah 536 PNS akan berlangsung ketat melalui testing yang jadwalnya akan diatur panitia dari pusat (Jakarta). Karenanya persiapan yang terarah untuk pelaksanaan testing kepada calon peserta testing benar-benar harus siap dan tidak perlu mereka-reka harus ada deking dalam mencapai kelulusan. “Yang terbaik pasti akan lulus,“ kata Basyar.

Menurut Basyar, kondite PNS di Aceh Tamiang selama ini biasa-biasa saja dan masih dalam watas mematuhi peraturan yang dberlakukan. Begitupun dalam kegiatan-kegiatan tertentu dalam memeriahkan hari-hari besar misalnya masih banyak yang tak mau hadir. Padahal hadir dalam memperingati hari besar dan apel bersama merupakan suatu kewajiban yang harus diikuti.(an)
From : SerambiNews

Sekilas Aceh Tamiang

Kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Timur. Kabupaten yang mempunyai semboyan: Kaseh pape setie mati ini terletak dekat dengan perbatasan Sumatera Utara. Berasal dari kata Da Miang. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang seperti prasasti Sriwijaya, kemudian ada riwayat dari Tiongkok karya Wee Pei Shih yang mencatat keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Nagarakretagama.

Aceh Tamiang juga dikenal dengan nama Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan Cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda di masa itu.

Kabupaten ini berada di jalur timur Sumatera yang strategis dan hanya berjarak lebih kurang 250 km dari Kota Medan sehingga akses serta harga barang di kawasan ini relatif lebih murah daripada daerah Aceh lainnya. Disamping itu, kawasan ini relatif lebih aman semasa GAM berjaya dahulu. Ketika seruan mogok oleh GAM diberlakukan di seluruh Aceh, hanya kawasan ini khususnya Kota Kuala Simpang yang aktivitas ekonominya tetap berjalan.

Potensi Daerah

Kabupaten ini adalah kawasan kaya minyak dan gas, meski jumlahnya tidak sebesar Aceh Utara, dan kawasan ini juga merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit di NAD. Disamping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang Kanan) dan Sungai Kaloy.

Aceh Tamiang pun mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Kabupaten Aceh Tamiang juga memiliki beberapa tempat wisata yang hingga saat ini perlu penataan yang serius dan dikelola dengan baik. Air Terjun Tujuh Tingkat, Bendungan, Gua Walet, Pantai Seruway adalah beberapa contoh tempat wisata di Aceh Tamiang yang perlu mendapatkan perhatian untuk dapat dikelola menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah.

Kabupaten Aceh Tamiang merupakan pecahan dari Kabupaten Aceh Timur dan merupakan satu-satunya kawasan di Aceh yang didominasi oleh etnis Melayu. Selain orang Melayu, juga terdapat orang Aceh, Gayo, Jawa, Karo dan lain sebagainya. Bupati Aceh Tamiang sekarang adalah Drs. H. Abdul Latief bersama wakilnya H.Awaluddin.SH.MH sebagai hasil Pilkada untuk bertugas masa 2007 - 2012.

Sebagian besar penduduk Kabupaten Aceh Tamiang adalah suku Melayu yang lebih sering disebut Melayu Tamiang. Mereka mempunyai kesamaan dialek dan bahasa dengan masyarakat Melayu yang tinggal di kabupaten Langkat, Sumatera Utara serta berbeda dengan masyarakat Aceh. Meski demikian mereka telah sekian abad menjadi bagian dari Aceh. Kebudayaan, mereka juga sama dengan masyarakat Melayu pesisir timur Sumatera lainnya.

Sejarah Tamiang
Dulu Tamiang adalah satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan di bawah pimpinan seorang Raja Muda Setia yang memerintah selama tahun 1330 - 1366 M. Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi oleh Sungai Raya / Selat Malaka di bagian Utara, Besitang di bagian Selatan, Selat Malaka di bagianTimur, dan Gunung Segama ( gunung Bendahara / Wilhelmina Gebergte ) di bagian Barat.
Saat Kesultanan Aceh bertahta, kerajaan Tamiang telah mendapat Cap Sukureung dan hak Tumpang Gantung ( Zainuddin, 1961, 136 - 137 ) dari Sultan Aceh Darussalam, atas wilayah Negeri Karang dan negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sulthan Muda Seruway, negeri Sungai Iyu, negeri Kaloy dan negeri Telaga Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum mendapat cap Sikureung dan dijadikan sebagai wilayah protector bagi wilayah yang telah mendapat cap Sikureung.(thy/dbs)


From : Harian Aceh

Thursday, August 6, 2009

Hutan Bakau Pesisir Pantai Teluk Aru Kritis

Komisi I DPRD Langkat melihat kondisi hutan bakau (mangrove) di pesisir pantai kondisinya masuk tahapan kritis dan membahayakan, akibat alih fungsi lahan. Pemkab didesak, segera menertibkan praktik yang terjadi secara ilegal itu.

“Komisi I mendesak agar pemkab Langkat segera menertibkan pengalih fungsian hutan pantai jadi lahan perkebunan kelapa sawit yang terjadi secara ilegal,” kata Ketua Komisi I DPRD Langkat A Syahri Chan kepada wartawan di Stabat, kemarin.

Menurut dia, ketika Komisi I melakukan kunjungan mendadak beberapa waktu lalu ke sejumlah desa di Kecamatan Brandan Barat, melihat langsung kondisi hutan pantai sudah kritis dan memprihatinkan. Dikhawatirkan, bila Pemkab terus melakukan pembiaran terhadap akan terjadi bencana besar menimpa masyarakat desa pantai.

Hebatnya lagi, sebut dia, tidak tertutup kemungkinan Desa Perlis (Brandan Barat) akan mengalami hal serupa seperti yang terjadi terhadap Desa Tapak Kuda (Kec Tanjung Pura) tenggelam ditelan laut.

Syahri yang didampingi anggota Komisi I lainnya, Sukri Munir, Bari, Thahrulli Sani menjelaskan, hasil kunjungan ke beberapa desa pantai di Kecamatan Brandan Barat pada 4 Juni lalu bersama Camat Ibnu Hajar, Kades Lubuk Kertang, Kelurahan Pangkalan Batu dan, Kades Lubuk Kasih, menemukan adanya pengalihan hutan pantai menjadi areal perkebunan kelapa sawit oleh para pemodal kuat.

Di Desa Lubuk Kertang saja, tambah Sukri, didapati satu perusahaan atas nama PT S telah mengalih fungsikan hutan mangrove seluas 1000 hektar untuk perkebunan kelapa sawit. Sesuai keterangan Kades dan Camat di sana, penguasaan lahan itu dilakukan secara ilegal, bahkan izin lingkungan hidup dan prinsifnya juga tidak ada.

“Sayangnya, sebagaimana pengakuan camat, Pemkab tidak pernah melayangkan surat larangan atau perintah pemberhentian terhadap kegiatan perusahaan tersebut,” heran Sukri.

Penghancuran dan pengalih fungsian hutan yang sama dan untuk perkebunan serupa juga ditemukan Komisi I di Kelurahan Pangkalan Batu, Bahkan, berdasarkan informasi diperoleh Komisi I, disebutkan jika status kepemilikan lahan juga illegal, kata Syukri.

Parahnya lagi, sebut Sukri, kondisi serupa juga ditemukan di Desa Lubuk Kasih. Lagi-lagi, ada sebuah perusahaan telah mengkavling hutan bakau seluas 300 hektar dan separoh lahan itu telah ditanami kelapa sawit oleh pemiliknya.

“Menurut keterangan camat dan kades kepada kami (Komisi I) ketika itu, perambah dan pengalih fungsi hutan pantai itu bernama SB, caleg DPRD Sumut dari Partai Demokrat yang terpilih pada Pileg lalu,” kata Sukri.(***)


Sumber : Harian Suara Sumut

DPRD Langkat Rekomendasikan PLTU Dit

DPRD Langkat merekomendasikan Pemkab untuk menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sedang dibangun di Pangkalan Susu, karena dinilai lebih menonjol kerugiannya daripada manfaatnya ke masyarakat Langkat.

Alasan itu dikemukakan Ketua DPRD Langkat, H Syafruddin Basyir, kepada wartawan menyusul pencermatan yang dilakukan pihaknya atas aspirasi masyarakat dan temuan legislatif di beberapa aspek.

“Kehadiran PLTU ternyata memberikan keprihatinan cukup besar kepada masyarakat, nah akibatnya masyarakat Langkat lah yang nantinya menahankan akibatnya,” kata Basyir saat dihubungi, Rabu (1/7).

Tokoh Golkar ini menjelaskan, kajian berdasarkan tinjauan lapangan pihaknya (legislatif) menemukan beberapa kejanggalan diantaranya tentang perizinan serta dampak negatif ditimbulkan di lokasi pembangunan PLTU.

Ironisnya, sambung dia, untuk proyek besar seperti pembangunan PLTU itu, perizinannya sama sekali tidak ada. Makanya, Pemkab diminta responsif untuk hal itu. Sebab, bukan tidak mungkin dari hal sepele seperti dalam pengurusan izin menyebabkan Pemkab akan terus dilecehkan.

Contoh lainnya, ucap Basyir, pembangunan PLTU tersebut menyebabkan rusaknya tempat penangkaran udang yang dibiayai APBD Langkat Rp1,2 miliar dan praktis tak dapat digunakan lagi, padahal tempat penangkaran baru saja dibangun. Selain itu, juga mengakibatkan rusaknya kawasan hutan disana.

Sejatinya dalam pembangunan itu, Pemkab melakukan pengkajian mendalam diantaranya mengenai keberadaan pipa-pipa milik PT Pertamina dilokasi itu. Bahkan, bukan tidak mungkin dalam pembangunan itu terjadi insiden sebabkan bocornya pipa dimaksud dan akibatnya menyebabkan rakyat sengsara. Apalagi, saat ini pipa-pipa tersebut sudah terancam hancur terutama di jalan masuk proyek PLTU.

Persoalan lain yang tak kalah menariknya, tentang bekas galian C atau untuk tanah timbun disekitar proyek PLTU sekarang ini dibiarkan menganga (terbuka). Diketahui, untuk penggalian itu dibolehkan (benarkan) hanya 1,6 Ha tetapi kenyataannya dilapangan ditemukan 2,6 Ha.

“Kalau kita berbicara tentang penyerapan tenaga kerja, sudah contoh kasusnya ketika PT Pertamina dahulu. Banyakan pekerja (Pertamina), asalnya juga dari luar dan tidak ada istilah mengistimewakan putra Langkat,” beber Basyir ketika disinggung tentang tenaga kerja dari Langkat.

Karenanya, Basyir mengisyaratkan (rekomendasikan) kepada Pemkab agar secepatnya menutup PLTU tersebut. Guna menghindari, beragam contoh kasus seperti yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur.

Widodo salah seorang staf PLTU yang berhasil dihubungi wartawan menjelaskan, pihaknya sudah mengetahui adanya rekomendasi dikeluarkan DPRD Langkat tersebut. Bahkan, dirinya menantang DPRD Langkat yang terkesan hanya berasumsi. Pasalnya, seluruh perizinan (prinsip) sedang dalam proses karena urusannya lintas departemen.(***)

Sumber : Harian Suara Sumut

Thursday, March 19, 2009

Refleksi Hari Hutan Sedunia, 20 Maret Mari Selamatkan Hutan Kita

Oleh : Adisty Wardhani

Tahukah anda seberapa parah kondisi hutan di Indonesia? Setiap tahun kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar.

Ini berarti tiap menit hutan seluas 12 kali lapangan sepak bola hancur. Wilayah Indonesia yang mempunyai 17.508 pulau, pada mulanya awal 1970-an sekitar 57 persen daratannya adalah hutan atau sama dengan 108.573.300 hektar. Namun 35 tahun kemudian, berdasarkan data satelit yang dipantau Bank Dunia, hutan Indonesia tinggal 57 hektar dan hanya 15 persen diantaranya berada di dataran rendah. Bank Dunia mengingatkan pada tahun 1986, bahwa dalam 40 tahun ke depan jika laju percepatan hutan tidak bisa dihentikan, Indonesia akan menjadi negeri tandus alias padang pasir.

Dampak Kerusakan Hutan

Menurut Bank Dunia, dalam rentang waktu 2005-2010 seluruh hutan alam Sumatera akan punah. Selanjutnya hutan alam Kalimantan akan lenyap dalam kurun waktu 2010-2015. Saat itu, Bank Dunia juga melaporkan bahwa pada 2002 hutan di hutan Jawa Barat tinggal 9 persen dan beresiko punah pada tahun 2005.

Pulau Sumatera yang sampai 1970-an aman banjir, kini tiap tahun terendam banjir. Riau, Bengkulu, dan Jambi misalnya kini jadi langganan banjir tiap musim hujan. Sebaliknya di musim kemarau, banyak wilayah Sumatera kekeringan. Bahkan sejumlah danau yang airnya dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik di musim kemarau mengalami kekeringan. Akibatnya pulau Sumatera mengalami krisis listrik.

Hal yang sama terjadi di Kalimantan. Pulau yang dulu terkenal dengan hutan tropisnya yang amat kaya dengan keanekaragaman jenis itu, kini nyaris gundul. Hal itu misalnya bisa kita lihat ketika kita naik pesawat terbang melintasi pulau Kalimantan. Disana-sini pulau tersebut sudah botak dan hutannya habis. Kini kita pun menyaksikan betapa sungai-sungai penting di pulau Kalimantan, tak terkecuali sungai Kapuas dan Barito mengalami penurunan debit air yang amat besar. Bahkan sebagian sungai sudah kering. Kondisi tersebut akan berubah drastis di musim hujan. Banyak wilayah di Kalimantan yang dulu aman kini terendam banjir.Belum lagi longsor dan banjir bandang yang tiap tahun menelan ratusan korban jiwa di seluruh Indonesia.

Itu baru dari sisi bencana alam. Belum lagi dari sisi kerugian material dan ekosistem. Secara material, Indonesia mengalami kerugian Rp.30 trilyun tiap tahun akibat pencurian kayu. Belum termasuk pajak dan retribusi yang lain. Bila semua itu dihitung lalu ditambah dengan segala kerusakan hutan yang lain (satu penebangan pohon akan merusak ratusan bahkan ribuan meter persegi hutan saat kayu itu roboh, kayu dibawa dengan traktor, dan diseret ke sungai) akibat penjarahan kayu itu, tiap tahun Indonesia kehilangan lebih dari Rp.50 trilyun akibat kerusakan hutan itu.

Nilai tersebut jumlahnya sangat besar jika mengingat bangsa Indonesia tengah menghadapi krisis ekonomi dan finansial. Kita bisa membayangkan dari kasus kehilangan kayu saja-bila presiden terpilih dapat mencegahnya- pemerintah dapat menghemat Rp.50 trilyun. Jumlah tersebut lebih dari cukup untuk membayar utang tahunan Indonesia-baik domestik maupun internasional.

Secara ekosistem, kerusakan hutan juga menimbulkan tragedi yang luar biasa. Ribuan jenis flora dan fauna ikut musnah bersama kerusakan hutan. Padahal diantara flora dan fauna itu ada yang bersifat endemik, yaitu hanya berada di wilayah tersebut saja. Ini artinya kerusakan hutan tersebut menimbulkan kerugian yang amat besar dalam ekosistem. Yaitu berupa hancurnya mata rantai kehidupan di planet bumi. Kehancuran mata rantai tersebut nilainya tiada tara besarnya karena menyangkut survivalitas kehidupan manusia sendiri.

Global Warming dan Kerusakan Hutan

Belum lagi kerusakan hutan yang diakibatkan oleh kebakaran. Baik kebakaran yang disebabkan oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab maupun yang disebabkan oleh alam itu sendiri. Pemanasan global (global warming) juga diyakini turut mempengaruhi peningkatan magnitude dan frekuensi kehadiran El Nino, yang memicu semakin besarnya kebakaran hutan. Inilah yang terjadi di Indonesia pada tahun 1987, 1991, 1994, dan 1997/1998. Kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan pada tahun 1997/1998 saja, menurut Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia mencapai US$ 8.855 termasuk didalamnya kerugian sektor perkebunan (berdasarkan luas area lahan yang terbakar US$ 319 juta dan kerugian sektor tanaman pangan (berdasarkan penurunan produksi beras) mencapai US$ 2.400 juta.

Dari data Badan Planogi (2004) diketahui kerusakan hutan di kawasan hutan produksi mencapai 44,42 juta hektare, di kawasan hutan lindung mencapai 10,52 juta hektare, dan di kawasan hutan konservasi mencapai 4,69 juta hektare. Departemen Kehutanan menyebutkan pada 2000-2005, laju kerusakan hutan Indonesia rata-rata 1,18 juta per tahun. Klimaks kerusakan hutan negeri ini disebabkan oleh praktek illegal logging sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara paling masif dalam laju kerusakan hutan.

Tanggung Jawab Bersama

Banyak orang menganggap banjir tahunan yang sering melanda ibukota Jakarta ini adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35 persen rusaknya hutan kota dan hutan di puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta.

Itu sebabnya kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia, melainkan juga warga dunia. Direktur Eksekutif Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi pemukiman atau hutan industri).

Karena salah satu penyebab terjadinya pemanasan global (global warming) adalah terdegradasinya kawasan hutan yang ada di muka bumi ini. Untuk mengurangi efek pemanasan global, upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat adalah tetap menjaga kelestarian hutan dengan cara melakukan tebang pilih dan reboisasi.
Pemerintah saat ini telah membuat KPH (Kelompok Pengelolaan Hutan) di seluruh kawasan hutan di Indonesia dengan tujuan memanfaatkan hutan sesuai peruntukkannya, seperti kawasan resapan air dan perlindungan seluruh satwa yang ada di dalamnya.

Lebih baik terus menjaga kelestarian hutan daripada melihat akibat yang ditimbulkan dari kerusakannya.

Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan di Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak ada yang tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tidak bisa lagi menghirup udara bersih.

Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi dan tetap terus merusak hutan, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Tuesday, March 10, 2009

Pelaku Alihfungsi Lahan Hutan Mangrove Diancam 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Medan, (Analisa)

Alih fungsi lahan dari hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit tidak dibenarkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

“Jika hal ini terjadi, baik individu, coorporate yang terlibat dan instansi yang mengeluarkan izin bakal diganjar hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara,” tegas Tim Ahli Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum USU Prof Dr Syafruddin Kallo SH M Hum di ruang kerja Kepala BLH Sumut Prof H Syamsul Arifin SH MH didampingi Kabag Penaatan Hukum BLH Sumut H Erwin Hidayah Hasibuan SH MH dan Kabid Bina Pengelolaan Lingkungan H Dr Indra Utama MSi, Rabu (4/3).

Berdasarkan undang-undang, lanjut Kallo, yang dibenarkan untuk pengalihfungsian lahan seperti tanaman hias, jamur, penangkaran satwa liar dan makanan ternak yang bersifat permanen. “Kalau terjadi pengalifungsian lahan berdampak kerusakan hutan sudah tentu melanggar Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 pasal 50 dan pasal 78,” tegas Kallo lagi.

Tidak dipungkiri, pengalihfungsian lahan ini telah melibatkan banyak pihak, pengusaha, maupun oknum. Tidak terkecuali instansi bersangkutan seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Camat maupun Kepala Desa.

“Sesuai fakta di lapangan, kawasan hutan mangrove sudah banyak dikeluarkan sertifikat hak milik oleh instansi berwenang sedangkan camat maupun lurah juga ada yang sudah mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT),” jelas Kallo seraya menambahkan daerah yang sudah dialihfungsikan dari hutan mangrove menjadi lahan sawit di antaranya di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat seluas 1.300 hektar.

Bencana Lingkungan

Kepala BLH Sumut Prof H Syamsul Arifin SH MH menambahkan, yang paling fatal lagi terjadi di kawasan margasatwa Karang Gading Kecamatan Secanggang. Dulu pada masa Belanda, kawasan itu merupakan lokasi margasatwa, tempat migrasinya burung-burung asal Australia.

Sementara Kabag Penaatan Hukum H Erwin Hidayah SH MH mengungkapkan untuk menangani pengalihfungsian lahan, BLH bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah membentuk tim.

Langkah kedua, melanjutkan proses penegakan hukum dengan menyeret para pelaku maupun pengusahanya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Penegakan hukum tersebut tidak terkecuali. Aparat yang dan secara sah mengeluarkan izin bakal terjerat seperti yang termaktub dalam pasal 73 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007.

“Isi pasal tersebut bagi pejabat yang melanggar rencana umum tata ruang dipidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan atau denda sebanyak-banyak Rp 500 juta. Di samping itu, pejabat yang bersangkutan akan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya,” tegas Erwin.(mc)

KADISHUT LANGKAT BERTANGGUNG JAWAB ATAS PERABAHAN HUTAN MANGROVE

Medan ( Berita ) : Kalangan anggota DPRD Sumatera Utara menilai Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Kabupaten Langkat harus bertanggung jawab penuh atas aktivitas perambahan dan pengrusakan ribuan hektare hutan mangrove di Register 8/K Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Langkat.
“Aktivitas perambahan dan pengrusakan hutan mangrove itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kadishut-nya, tidak ada pihak lain yang bisa ‘dikambinghitamkan’,” ujar anggota Komisi A DPRD Sumut, Ahmad Ikhyar Hasibuan, di Medan, Kamis [19/06] .
Ia mengatakan, aksi perambahan hutan mangrove di Register 8/K Desa Lubuk Kertang kini kembali terjadi setelah sempat berhenti sementara ketika Komisi B DPRD Sumut mengunjungi lokasi tersebut. Sejumlah alat berat yang sempat “menghilang” kini kembali bermunculan dan melakukan aktivitas perambahan.
Aksi perambahan itu sendiri, menurut Ikhyar Hasibuan, terjadi setelah Kadishut Langkat memberikan rekomendasi kepada sebuah perusahaan besar asal Kota Medan, sementara izin prinsip dari Bupati Langkat sendiri tidak pernah turun.
“Jadi hal itu sepenuhnya tanggung jawab Kadishut Langkat. Karenanya kita minta Kadishut Langkat menertibkan aktivitas pengusaha sawit yang membabat hutan mangrove itu kalau tidak ingin berurusan dengan aparat penegak hukum,” katanya.
Sementara Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut, Edison Sianturi, bahkan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan melakukan penyelidikan terhadap kasus perambahan hutan mangrove secara ilegal di Kabupaten Langkat tersebut.
“Kita minta KPK turun tangan, sementara bupati Langkat kita minta agar mencopot Kadishut yang tidak bertanggung jawab atas hancurnya kawasan hutan mangrove tersebut,” katanya.
Pada bagian lain Ahmad Ikhyar Hasibuan menyebutkan Dishut Sumut pernah menerjunkan tim ke Langkat untuk memantau dari dekat aktivitas perambahan hutan mangrove tersebut. Hasilnya pun cukup memuaskan karena aktivitas ilegal itu bisa dihentikan dan petugas menyita dua unit alat berat yang digunakan untuk membabat hutan.
“Tapi, setelah itu aksi perambahan kembali terjadi dan Kadishut Langkat seakan-akan menutup mata. Karenanya kita berharap KPK segera turun tangan dan Bupati Langkat mencopot Kadishut Langkat,” ujarnya.
Menurut Ikhyar Hasibuan, kasus perambahan hutan yang rencananya mau disulap menjadi perkebunan sawit ini lebih ganas dibanding kasus perambahan hutan di Tanjung Siapi-api Bintan, sehingga sangat diperlukan campur tangan dari KPK.
Sedangkan Edison Sianturi juga meminta Kadishut Sumut memanggil Kadishut Langkat. Jika ditemukan indikasi “permainan”, ia menyarankan Kadishut Sumut merekomendasikan kepada Bupati Langkat agar Kadishut Langkat dicopot.
“Semestinya Kadishut Langkat bertindak sebagai ‘penjaga gawang’ karena Langkat merupakan kampung halaman Menteri Kehutanan. Seharusnya dia menunjukkan prestasi di sana, bukannya ikut ‘mengobok-obok’ hutan,” katanya. ( ant )

Lima Excavator Keluar Dari Kawasan Hutan Mangrove, Parkir Di Komplek Paluh Tabuhan.

Pasca operasi tim terpadu dadakan yang dilakukan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumut, Senin (19/5/2008) di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Langkat, lima unit alat berat excavator yang digunakan pengusaha untuk membuat benteng dan merambah kawasan hutan mangrove, dikeluarkan dari kawasan hutan mangrove Dusun II Desa Lubuk Kertang. Lima unit excavaptor di Dusun II yang sebelumnya beroperasi di kawasan hutan mangrove sudah di keluarkan dan Rabu (21/5/2008) terlihat diparkir di Dusun II komplek perumahan Paluh Tabuhan PT Pertamina EP Pangkalansusu. Sedangkan satu unit alat berat di Dusun I janggus Desa Lubuk Kertang, masih berada di kawsan hutan. Operasi penertiban/penghentian kegiatan perambahan hutan mangrove secara ilegal di daerah itu sedikit menambah kepercayaan masyarakat. “Dishut Sumut akan menunjukkan taringnya dapat menyikat habis para mafia tanah termasuk investornya,” kata Rohman, warga setempat sembari ia berharap Dishut Sumut tidak hanya sekedar melakukan manuver. Menurut Rohman, penghentian kegiatan perusakan serta alih fungsi di Register 8/L Desa Lubuk Kertang menunjukkan adanya harapan baru bahwa kawasan hutan mangrove yang telah rusak parah itu akan dikembalikan ke fungsi alamiah semula. Tapi hal ini bisa tercapai, jika pihak Dishut Sumut dan instansi terkait lainnya serius dalam melakukan penegakan hukum terhadap para mafia tanah dan pengusaha Rohman lebih lanjut mengatakan, sesuai dengan pernyataan Kadishut Sumut, Ir.JB.Siringoringo, Senin (19/5) di lapangan, ratusan hektare hutan mangrove yang telah dirusak para mafia tanah bahkan sebagian beralihfungsi telah ditanami pohon kelapa sawit di Dusun I Janggus dan Dusun II Desa Lubuk Kertang tidak mengantongi izin. Bahkan menurut Kadis, terkait alih fungsi kawasan hutan mangrove di Langkat, tak satupun pengusaha yang mengantongi izin. Untuk itu, Rohman, berharap pemerintah serius dalam menangani kasus perambahan serta alih fungsi di kawasan hutan tersebut. Sebab, jika kawasan hutan ini dibiarkan beralihfungsi, tak tertutup kemungkinan air laut akan merendam ribuan hektare sawah milik masyarakat termasuk menggenangi perumahan warga. Akibatnya masyarakat akan kehilangan lahan bercocok tanam, termasuk keluarga para nelayan akan semakin menderita. Kepada masyarakat desa, ia mengimbau agar kompak dalam menjaga kelestarian hutan di daerah itu. Pantauan SIB, Rabu (21/5/2008) lima unit excavator diparkir di komplek perumahan Paluh Tabuan PT Pertamina Pangkalansusu. Menurut masyarakat setempat, kelima alat berat itu sebelumnya beroperasi di kawasan hutan mangrove Dusun II, sementara, satu unit excavator masih tetap di dalam kawasan hutan Dusun I Janggus, Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Langkat. (Harian Sib)

Media AS Sebut Israel Terkait Serangan 11 September

Jakarta - Isu bahwa Israel terlibat dalam serangan 11 September 2001 lalu memang sudah lama muncul ke publik. Namun, baru-baru ini, media AS, New York Times (NYT), berani mengaitkan Israel dalam serangan yang membuat luluh lantak gedung World Trade Center (WTC) itu.

NYT mengaitkan adanya keterlibatan Israel karena terungkapnya sebuah nama Ali al Jarrah. Ali adalah seorang agen Mossad, dinas rahasia Israel. Nah, Ali ini merupakan sepupu Ziad al-Jarrah, yang merupakan salah satu pembajak pesawat dalam tragedi itu.

Namun, tidak dijelaskan secara jelas bagaimana hubungan Ali Al Jarrah dengan Ziad al Jarrah. Apakah karena saudara sepupu, sehingga Ziad juga pasti menjadi agen Mossad juga? Tidak jelas.

Namun, NYT menulis ada kemungkinan Ziad al Jarrah direkrut Ali al Jarrah sebagai agen Mossad. Bisa jadi Ali menginginkan kader yang lebih muda untuk Mossad. NYT juga menulis bahwa antara Ali dan Ziad mungkin tidak mengenal satu sama lain.

Ali al-Jarrah telah bekerja sebagai agen Mossad selama 25 tahun. Pria muslim dari Lebanon ini mengkhianati negaranya sendiri. Ia bertugas untuk mengumpulkan data intelijen tentang kelompok-kelompok perlawanan Palestina dan Hizbullah. Demikian ditulis The American Free Press.

Jika kemungkinan Ziad juga agen Mossad, berarti bukan pertama kali Israel merekrut orang Muslim untuk bekerja untuk dinas rahasia. Pada serangan bom pertama terhadap WTC tahun 1993 lalu, Israel juga merekrut Ahmad Ajaj, seorang warga muslim dari Tepi Barat Palestina.

Ajaj disebut-sebut merupakan pentolan Intifada. Tetapi faktanya dia tidak pernah terlibat dalam gerakan Intifada, Hamas atau gerakan perlawanan Palestina lainnya.

Israel memang sudah dikaitkan dengan serangan 9 September sejak dulu. Namun, belum ada fakta yang kuat mengenai hal ini. Indikasi yang pernah disebut adalah tidak satu pun dari 3.000 pegawai Yahudi masuk kerja pada hari itu. Tidak mungkin 3.000 orang sakit atau cuti secara bersamaan, tanpa ada sesuatu di baliknya. Namun, data ini juga telah diragukan kebenarannya. (rdf/Rez)