Tuesday, December 27, 2011

Daging Impor Jangan Dibatasi Bila Pasokan Dalam Negeri Tak Mencukupi


Jakarta, (Analisa). Kuota daging impor yang ditetapkan 85.000 ton pada 2012, dianggap tidak akan mencukupi kebutuhan industri pengolahan daging, apalagi melihat realisasi konsumsi daging impor pada 2010-2011 di atas angka 85.000 ton.
Seperti diungkapkan, Ketua Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia (ASPIDI), Thomas Sembiring, angka 85.000 ton tersebut bukan angka mati. 

Pasalnya dia yakin kuota sebanyak itu tidak akan mencukupi kebutuhan industri dan konsumsi dalam negeri.

"Memang ini terkait program pemerintah swasembada daging, namun kalau dilihat situasinya sampai saat ini tampaknya pasokan daging dalam negeri tidak akan cukup," ujar, Thomas kepada detikFinance, Sabtu (24/12).

Menurut Thomas, kebutuhan daging impor saja pada 2010 sudah mencapai 120.000 dan belum termasuk sapi bakalan, sementara pada 2011 kuota awalnya 34.000 ton namun dikarenakan ada gejolak harga pasar pemerintah kembali membukan kran pintu impor daging dan ditetapkan kuotanya sebesar 93.000 ton.

"Jadi, kalau melihat realisasi konsumsi 2010-2011 nampaknya 85.000 ton daging tersebut tidak akan cukup, makanya saya yakin angka 85.000 ton tersebut bukan angka mati," katanya.

Namun menurut Thomas, kondisi tersebut akan merugikan konsumen dan industri, pasalnya pemerintah akan menerapkan sistem buka tutup kran impor daging.

"Kalau harga bergejolak naik, pemerintah baru buka dan tambah kuota impor daging. 

Tapi untuk mendatangkan daging perlu waktu dan kontrak baru serta lamanya pengiriman. 

Sementara harga di pasar terus naik, yang dirugikan siapa? Bukan kami, tapi konsumen, masyarakat yang terbebani," ujarnya.

Thomas bilang, sudah hukum ekonomi, kalau barang sedikit, harga pasti mahal. Apalagi bagi industri pengolahan daging, seperti sosis, bakso dan sebagainya, serta restoran seperti MCD, AW, Chang Restoran yang punya standar khusus terhadap produknya.

"Mereka masih gunakan daging impor, kalau dipakai sapi lokal tentu berubah hasil produknya, kalau berubah bisa berbahaya bagi restoran atau industri tersebut bisa jadi izin seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sertifikat lainnya bisa dicabut," ungkapnya.

Sebelumnya Menteri Pertanian Suswono mengatakan, kebutuhan daging ini sekitar 399 ribu ton akan dipasok dari dalam negeri. 

Angka ini didasarkan dari hasil sensus sapi yang dilakukan BPS beberapa waktu lalu.

Karena kebutuhan daging yang belum dipenuhi domestik, maka pemerintah membuka kran impor 85.000 ton daging beku dan 280 ribu ekor sapi bakalan. 

Menurut Suswono, meski impor sudah terjadi penurunan drastis dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Maksimal kita 20% dari kebutuhan melalui impor. Sudah kita targetkan, dan bukan turun lagi. Tapi sangat drastis," katanya. (dtc)

Monday, December 26, 2011

Berikan Banyak Pujian dan Anak Akan Jadi Hebat



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perilaku orangtua dalam mendidik sejak dini ternyata berkorelasi langsung dengan sikap, pribadi buah hati di masa mendatang. Jika salah melakukan pengasuhan, yang terjadi justru anak mempunyai sifat atau sikap negatif. Lalu bagaimana mendidik anak yang tepat sehingga menjadi anak hebat (incredible).
Tak ada sekolah khusus untuk menjadi orangtua. Tetapi, orangtua tetap perlu belajar menerapkan pola pengasuhan yang positif pada anak agar dapat membentuk karakter positif anak di masa depan.
Hanny Muchtar Darta dari EI Parenting Consultant saat talkshow "Pentingnya Kecukupan Asupan Vitamin & Mineral Agar Anak Incredible" yang digelar oleh Scott's Multivitamin di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, mengungkap beberapa tips ataupun trik yang bisa menjadi rujukan:
1. Berkomunikasilah secara positif
Orangtua harus mempunyai persepsi bahwa anak itu unik dan mempunyai perbedaan dibandingkan anak yang lainnya. Jadi orangtua harus mempunyai kemampuan untuk membangun bakat yang dimiliki dengan cara yang positif. Kalau ibu ingin anaknya belajar bukan bilangnya "Jangan malas-malas". Tapi akan lebih baik jika mengatakan "Ayo dong semangat belajar".
2. Hindari membandingkan dengan adik, kakaknya atau dengan anak lain.
Jangan membandingkan dengan yang lain, tapi bandingkan dengan kemajuan yang diperoleh buah hati. Jangan mengatakan "Kakak kamu lebih hebat atau kakak kamu lebih rajin belajarnya, jadi kamu harus seperti dia dong. Harusnya "Loh kamu kemarin nilai Matematika dan Bahasa Inggris nilai kurang, seharusnya nanti harus lebih baik".
3. Dorong anak untuk ikut kompetisi.
Anak yang berusia 5-8 tahun lagi senang-senangnya berkompetisi karena dari segi kognotifnya lagi senang-senangnya untuk menunjukkan kebisaannya dan kemampuan yang dimilikinya. Tapi kalau sudah 12 tahun keinginan untuk berkompetisi turun. Jadi kalau ingin membentuk anak yang hebat, ajaklah berkompetisi sejak kecil.
4. Hindari memotong pembicaraan.
Seringkali dilakukan orangtua yang tidak sabar mendengarkan dan selalalu menyalahkan. Yang harus dilakukan adalah mendengarkan terlebih dahulu dengan penuh perhatian. Anak juga ingin dihargai pendapatnya. Jika ini dilakukan bisa melatih anak berani mengemukakan pendapat, atau gagasan yang dimilikinya.
5. Fokus pada tujuan
Terkadang orangtua asal memerintahkan. Misalnya, mengatakan jangan lupa baju olahragamu dibawa pulang atau mengatakan jangan malu bertanya nanti sesat di jalan. Lebih baik mengatakan, "Kalau berani bertanya, itu tanda anak cerdas,". Jadi bicaranya lebih positif sehingga membuat anak menjadi terinspirasi.
6. Memberikan banyak pujian, tentunya di tempat dan waktu yang tepat
Terlalu banyak waktu Anda yang terbuang jika hanya mengkritik sikap buruk buah hati. Sebaliknya, Anda jadi kekurangan waktu untuk memberinya pujian atas sikap positifnya. Ada kalanya, sesekali Anda perlu mengucapkan, "Mama senang, lho, lihat kamu membereskan mainan dan menyimpannya di tempat semula."
7. Berikan pelukan, belaian, dan ciuman
Biasakan memeluk buah hati hingga 12 kali sehari. Tujuannya supaya ia merasakan adanya kedekatan, kehangatan sehingga mampu membangun ikatan emosional yang baik disamping anak akan merasa diterima dan didukung oleh orangtuanya.
8. Membangun aturan sederhana.
Melatih kedisiplinan bisa dilakukan dengan membangun rutinitas misalnya: jam makan, jam tidur, makan pada tempat yang benar, dan lain sebagainya. Ini akan melatih anak hidup secara disiplin. Meski demikian, sebagai orangtua harus memberikan contoh melakukan kedisiplinan. Jangan terus dilanggar.
9. Hindari untuk bicara dengan anak ketika sedang mengalami emosi negatif
Belajarlah untuk memaklumi hal-hal yang bisa memicu anak kesal dan jengkel. Umumnya, perasaan tidak nyaman ini dialami anak-anak saat dia sedang kelelahan, saat Anda terlalu menuntutnya berbuat lebih, saat dia lapar, dan saat dia sakit. Minimalisasi kondisi-kondisi yang membuatnya tidak nyaman ini untuk mengurangi kejengkelan pada anak.

Sunday, December 18, 2011

Tak Digubris, Ratusan Suku Anak Dalam Jahit Mulut Hari Ini



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isnadi mengaku sebagai koordinator lapangan aksi Forum Komunikasi Masyarakat  Penyelamat Pulau Padang asal Riau. Ia beserta 100 orang warga berangkat dari Riau 14 Desember lalu, dan menginap di kaki-lima Gedung DPR sejak 16 Desember.
"Lihat saja sendiri, posko kami hanya berdiri dari tenda seadanya. Panas kepanasan, hujan ke hujanan," ucap Isnadi saat berbincang dengan Tribunnews, Minggu (18/12/2011) kemarin.
Isnadi mengatakan, kelanjutan aksi mereka, puluhan warga asal Riau akan menggelar jahit mulut, Senin ini. "Tadinya ada 100 orang. Tetapi setelah medical check-up, tadi malam, yang memungkinkan hanya 73 orang untuk ikuti jahit mulut. Jadi Senin besok, pukul 10, akan mulai aksi jahit mulut," kata Isnadi.
"Target kami 100 orang, tapi karena perjalanan 3 hari-tiga malam, makan juga tidak terurus, sebagian jatuh sakit, bahkan ada yang dirawat jadi dari 100 orang tidak memungkinkan semua," kata Isnadi sembari menyebut aksi jahit mulut menggunakan jarum, dan akan dilakukan petugas medis.
Menurut dia, aspirasi warga Riau adalah menuntut penghentian aktivitas PT Riau Andalan Pulp and Paper di Pulau Padang. Berdasarkan karena Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 327 Tahun 2009, menerbitkan izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di  Pulau Padang. SK Menteri yang memberi konsesi hutan dinilai bertentang, dan melanggar peraturan lebih tinggi, yakni Keputusan Presiden.  
Dalam Keppres itu jelas, bahwa lahan gambut kedalaman lebih dari 3 meter, tidak layak jadi HTI, sedangkan di Pulau Padang 6-12 meter ketebalan gambut, sehingga tidak layak jadi HTI. Kemudian luasnya hanya 110 ribu hektare, sementara izin 41 ribu hektare, artinya sepertiga akan habis. Kemudian, fungsi lahan gambut sangat penting untuk menyerap air.
"Pulau Padang ini pun merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Selat Malaka, Singapura. Setelah ada penebangan hutan, setiap tahun, terjadi abrasi sekitar 20-30 meter, itu dari satu sisi. Kalau mengeliling lebih dari itu, artinya tinggal menunggu waktu, pulau ini akan tenggelam," kata Isnadi.


Tingginya abrasi tinggi, ditambah air laut pasang semakin tinggi kan mempercepat tenggelamnya pulau terluar itu. Apalagi RAPP membuat kanal-kanal sungai, yang  memudahkan abrasi tanah. Ini merusak hutan, mengganggu mata pencaharian masaurakat. "Otomatis tingkat kemiskinan meningkat," kata Isnadi sembari membenarkan HTI membuka pekerjaan bagi arga, namun tidak seimbang dengan perusakan lingkungan dan penghilangan mata pencaharian warga setempat.
"Karena itu, aksi jahit mulut ini kami lakukan untuk mempercepat perhatian pemerintah dan semua instansi, agar lebih serius. Segera hentikan operasional RAPP, dan cabut SK Menteri," kata dia menegaskan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com Adi Suhendi

Sunday, December 4, 2011

Melindungi Hutan dari Bangsa Sendiri

Hutan Indonesia seolah menjadi sumber daya yang tak terbatas. Di berbagai forum internasional, pemerintah Indonesia kerap 'menjajakan' betapa (seolah) masih tak terbatasnya kealamian hutan-hutan Indonesia itu. 


Hutan-hutan kita itu dijajakan bukan untuk dijual kayunya, tapi pemerintah ingin meyakinkan berbagai negara maju akan potensi hutan-hutan alami Indonesia dalam menangkap karbondioksida dan membantu mendinginkan bumi. Sebagai imbalannya, negara maju yang teryakinkan itu kemudian bisa membantu Indonesia dari segi pendanaan agar terus menjaga hutannya tetap lestari. 


Alasannya, hutan toh tetap punya potensi ekonomi untuk membantu pembangunan. Jika Indonesia tak bisa menggunakan hutan tersebut untuk kepentingan ekonomi mereka, lalu dari mana kesejahteraan bisa diperoleh?


Itulah pemikiran di balik skema internasional REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation/mengurangi emisi akibat penebangan pohon dan kerusakan hutan) yang ingin diterapkan di Indonesia sejak 2007.


Hanya saja, sebelum pemerintahan berbagai negara asing itu mau merogoh kocek mereka lebih dalam untuk membantu melindungi hutan Indonesia, ada satu pertanyaan besar. 


Bagaimana caranya memastikan tutupan lahan hutan-hutan Indonesia tetap terjaga dengan baik? Bagaimana caranya memastikan bahwa setelah dana bantuan diberikan, hutan-hutan alami itu tidak berubah menjadi lahan kelapa sawit, misalnya? Atau bagaimana cara memastikan hutan alami itu tidak menjadi hutan tanaman industri yang kualitas menyerap karbonnya lebih rendah?


Padahal, hutan-hutan di Indonesia kini sebenarnya masih mengalami ancaman kerusakan yang sangat besar. Salah satu penyebabnya adalah tingginya permintaan akan kayu-kayu asal hutan Indonesia yang terkenal berkualitas tinggi. Maka kayu-kayu tersebut pun ditebangi, baik secara legal maupun ilegal. Sayangnya, kayu-kayu berkualitas prima itu ternyata bukan untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional. 


Kayu-kayu hasil pembalakan liar justru malah dipakai oleh pasar dalam negeri. Konsumen sehari-hari seperti kitalah yang menggunakan kayu-kayu hasil pembalakan liar.


Ketua Divisi Program Politik dan Tata Kelola Pembangunan Pertanian dan Perdesaan IPB Arya Hadi Dharmawan mengatakan, sejak 2002, kayu ilegal mendominasi kayu-kayu yang tersedia di pasaran domestik. Salah satu indikator bahwa kayu-kayu yang kita temui itu adalah kayu ilegal, terlihat dari harganya yang sangat murah. 


Sebagian besar kayu-kayu tersebut digunakan untuk membangun rumah atau kusen-kusen jendela. "Jika kayunya legal, maka sangat tidak mungkin harganya akan semurah seperti yang kita beli di toko bangunan. Menurut aturan hukum, harganya seharusnya bisa 10 kali lebih mahal dari apa yang kita bayar sekarang," kata Arya ketika ditemui di salah satu acara di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim PBB di Durban, Afrika Selatan, 2 Desember lalu.


Sampai saat ini, konsumen lokal belum bisa mengetahui apakah kayu yang mereka gunakan legal atau ilegal. 


Solusinya sebenarnya sudah ada. Negara-negara Eropa yang mengimpor kayu dari Indonesia meminta sertifikat yang memastikan bahwa kayu yang masuk ke negara-negara mereka dari Indonesia sudah ditebang sesuai aturan. Jaminan sertifikat itu bernama Timber Legality Assurance System (TLAS). 


Sistem serupa sebenarnya bisa diterapkan di Indonesia. Hanya saja, menurut Arya, harga sertifikat yang mahal pasti akan menaikkan harga kayu. Konsekuensinya, harga bahan bangunan pun naik. Masyarakat pasti protes. Oleh karena itu, Arya menyarankan, harga sertifikasi itu harus ditanggung pemerintah. Harga kayu tetap akan naik, tapi setidaknya tidak setinggi seperti yang ia prediksi sebelumnya.


Arya adalah bagian dari tim IPB yang sedang meneliti soal kemungkinan memberlakukan sertifikat TLAS tersebut di tingkat domestik.


Selain harga, ada juga masalah pengelolaan hutan baik di tingkat lokal maupun nasional. Desentralisasi seharusnya mengembalikan pengelolaan hutan ke tingkat pemerintah lokal. 


Sayangnya, desentralisasi juga berarti memberikan akses seluas-luasnya bagi pemerintah lokal ke pengelolaan hutan. Sehingga muncullah tren bagi-bagi hak izin pengelolaan hutan buat para donor politik usai pemilihan kepala daerah. Di sinilah potensi kerusakan hutan bisa terjadi.


Misalnya, hutan yang oleh pemerintah pusat sudah ditetapkan untuk kawasan REDD+ ternyata di tingkat lokal malah diberikan hak izin pengelolaannya. 


Arya mengakui, dalam upaya sosialisasi soal sertifikasi TLAS tersebut, tabrakan antara pemerintah lokal, provinsi, dan pusat dalam membuat keputusan mengenai pengelolaan hutan awam terjadi. Ada masalah di tingkat pemerintah lokal dan sumber daya manusianya untuk mengelola hutan. "Kita harus terus-terusan mengulang soal koordinasi ini."


Ketika ditanya soal masalah koordinasi ini di forum yang sama di Durban, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang menyatakan tidak ada masalah seperti yang disebut Arya tersebut. "Kami punya masterplan kawasan, semua bantuan, kebijakan, rencana pengelolaan hutan akan dikonsultasikan dengan masterplan itu."


Oleh Isyana Artharini