Thursday, May 31, 2012

Dua Minggu Lagi DP Kredit Rumah dan Kendaraan Bermotor Naik

Jakarta,  Bank Indonesia (BI) segera memberlakukan aturan baru Loan to Value (LTV) untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dan Down Payment (DP) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Terhitung 15 hari kedepan atau tepatnya 15 Juni 2012, BI mewajibkan self financing (pembiayaan sendiri) atau uang muka (DP) untuk perumahan sebesar 30% dan DP minimal 30% untuk mobil dan 25% untuk motor.

"Sejauh ini tidak ada perubahan. Aturan yang tertuang dalam Surat Edaran BI ini mulai berlaku pada tanggal 15 Maret 2012, sedangkan ketentuan mengenai besaran LTV untuk KPR dan DP untuk KKB mulai berlaku pada tanggal 15 Juni 2012," terang Juru Bicara BI Difi Johansyah kepada detikFinance, Kamis (31/5).

Surat Edaran Nomor 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 ini berisi tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.

Untuk mengingatkan kembali, Difi menjelaskan aturan ini dilakukan sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan KPR dan KKB.

"Bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran KPR dan KKB karena pertumbuhan KPR dan KKB yang terlalu tinggi berpotensi menimbulkan berbagai risiko bagi bank," ungkap Difi.

Sementara dari sudut pandang makroprudensial, pertumbuhan KPR yang terlalu tinggi juga dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga sebenarnya (bubble) sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bank-bank dengan eksposur kredit properti yang besar.

Berikut poin-poin ketentuan surat edaran tersebut:

Pengaturan Loan to Value (LTV) pada KPR:

LTV paling tinggi 70% untuk kredit kepemilikan rumah dengan kriteria tipe bangunan diatas 70 m2. Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah.

Dengan kata lain, nasabah perbankan harus merogoh kocek sendiri hingga 30% karena pembiayaan bank hanya 70% maksimal. Sebelumnya, banyak bank yang bisa memberikan pembiayaan

Pengaturan uang muka kredit atau Down Payment (DP) pada Kredit Kendaraan Bermotor:

DP paling kurang 25% untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua.

DP paling kurang 30% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat untuk keperluan non produktif.

DP paling kurang 20% untuk pembelian kendaraan bermotor roda empat atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu bila memenuhi salah satu syarat:

Merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu

Diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional usaha yang dimiliki.(dtc)

Saturday, May 12, 2012

Kereta Api Aceh dalam Riwayat

Oleh Rahmat RA
Sebuah kota mungil kotor dan tua tampak kokoh di tepi tikungan patah itu. Dari arah turunan Gunong Seulawah jelas terlihat bangunan demi bangunan yang atapnya sudah karatan. Genangan air di badan jalan negara Banda Aceh-Medan kontras silaukan mata. Tapi semakin dekat mata memandang, air itu lenyap entah kemana, ternyata hanya fatamorgana yang dipicu terik mentari hari.
Seorang lelaki renta melambai tanyannya pada setiap minibus (L-300) yang melintasi bengkolan “maut” di jantung Pasar Kecamatan Padang Tiji, Kabupaten Pidie. Sesekali beberapa kerutan dikeningnya terlihat jelas saat sopir L-300 menggeleng-gelengkan lengan sambil belalu di hadapannya.
“Nyoe na dua doe sewa treuk, ka dua jeum hana meteumee moto,” kata pak tua itu sambil menyipitkan matanya menahan terik sengatan mentari dan antisipasi debu dihempas angin ke rumannya. Namun ia tetap tersenyum sesekali tawanya meledak saat  saat sopir L-300 tak mampu menampung penumpangnya.
Namun ia tetap sabar menunggu dan menghibur dua orang calon penumpang itu. Mungkin ia tak mau beberapa lembar rupiah yang ada didepannya lenyap karena mereka batal berangkat ke kota tua Banda Aceh. Sungguh sikap tak lazim bagi seorang harlan (agen penumpang) lainnya. Mungkin faktor pengalaman dan pahit getir hidup ini telah menempa Bukhari atau Ayah Bukhari hingga begitu sabar dan tabah.
Ia tampak terdiam sejenak, sepertinya pak tua itu sedang menerawang. “Seandainya waktu bisa bisa berputar kembali ke masa lalu,” celotehnya datar, tapi tetap diiringi senyum, kali ini ia sedikit mengulum haru. “Mangapa bapak bertutur demikian,” kata salah seorang penunggu bus umum, heran.   “Saat aku muda dulu, transportasi memang sulit, namun ada kereta api yang bisa mengangkut banyak orang,” ujarnya datar saja.
Menurut Bukhari, dulu di pinggiran pasar Padang Tiji pernah dibangun stasiun singgah kereta api yang hendak ke Banda Aceh atau ke Sumatera Utara. Stasiun tersebut dulu adalah tempat ia mengais rezeki. Ia pun mulai semangat bercerita, kali ini semangatnya berapi-api.
Sebelum tahun 1971 yang menamat riwayat kereta api Aceh,  Padang Tiji termasuk kota stasiun termaju di Pidie setelah Meureudu. Berbagai komoditi rakyat diangkut dengan kereta api. Masyarakat yang hendak berpergian ke Banda Aceh atau sebaliknya semua pakai kereta api, mungkin karena belum ada kendaraan jenis lain, kecuali sado (kereta tradisional roda dua yang ditarik lembu atau kuda). Namun bagi Bukhari dan jutaan masyarakat Aceh saat itu sangat menikmatinya. Apalagi dia sendiri “orang stasiun”.
Sementara di Banda Aceh sendiri (Artikel atas nama M. Joenoes Joesoef di www.acehforum.or.id), Dulu ada sebuah pojokan di sisi utara kerkhof, kira-kira di belakang deretan kantor-kantor eks DKA, Djawatan Kereta Api. Tempat itu disebut “Depot Minyak”. Ada rel kereta api yang menghubungkannya dengan stasiun, sehingga gerbong-gerbong BBM dari Brandan dapat dikirimkan di situ, untuk dibongkar (isinya dipindahkan ke tangki-tangki penimbun yang ada di situ). Dari situlah BBM beredar.
Ada lagi sebuah moda transpor yang pernah hadir untuk masyarakat pada waktu itu. Kereta api. Untuk keperluan dalam kota, trayeknya memang terbatas sekali. Cuma antara stasiun Kutaraja dan stasiun Ulheu Lheu. Relnya membentang mulai dari stasiun, melalui Jalan Diponegoro, menyeberangi Jalan Merduati, masuk ke Lampaseh, melewati Deah Alue, Deah Baro, lalu stasiun Ulheu Lheu. Di Pasar Aceh, ada sebuah halte, sehingga penumpang bisa naik dan turun di situ.
Trayek antar kota dari kereta api ini menghubungkan Kutaraja sampai ke Medan. Tetapi kereta api Aceh sendiri harus mengakhiri tugasnya sampai di Besitang saja. Tugas selanjutnya diambil alih kereta api Deli. Masaalahnya, ada perbedaan sarana. Lebar rel saja sudah tidak sama. Lebar rel kereta api Aceh hanya sekitar 75 centi meter. Sementara lebar rel selanjutnya sudah mencapai satu meter lebih. Banyak yang membandingkan, kereta api yang dipakai di Aceh ini, ditempat lain hanya dipakai sebagai sarana perhubungan dalam usaha perkebunan-perkebunan belaka, seperti perkebunan tebu misalnya.
Dalam artikelnya, penulis “Seri Femina: Bumi Yang Membara” yang pernah mencicipi nikmatnya perjalanan naik kereta api, sekitar tahun 1952, ikut dalam rombongan keluarga menuju ke Sigli. Berkunjung ke tempat abangnya, yang menjadi guru Sekolah Teknik di Kampung Keuramat. Perjalanan yang rasanya asyik dan santai. “Jas-jos-jas-jos! Tuit!” tulisnya.
Sejarah kereta api di Aceh sepertinya berakhir dengan berkobarnya “Peristiwa 21 September 1953” atau saat Tgk Daud Beureueh, pada 21 September 1953, memutuskan perang melawan Pemerintah Indonesia. Ia menyatakan bergabung dengan gerakan SM Kartosuwiryo dibawah bendera DI/TII, yang sudah mendeklarasikan Negara Islam Indonesia di Jawa Barat pada 17 Agustus 1949. Dengan demikian, Aktivitasnya jadi tersendat-sendat. Lebih banyak hanya memelihara aset saja.
Trayek Kereta Api
Pada tahun 1930 kereta api yang ada di Aceh beroperasi dengan titik pemberangkatan dari kota Medan dan biasanya dimulai pada pagi hari, kereta akan berjalan ke arah utara melalui tempat pengilangan minyak BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) Pangkalan Brandan. Di perbatasan Aceh, yaitu di Besitang, jenis kereta api diganti dari kereta api DSM dengan kereta api Atjeh Tram yang mempunyai jalur lebih sempit dan gerbong lebih kecil.
Perjalanan hingga Langsa melalui daerah-daerah perkebunan karet. Pemandangan kampung-kampung dengan pohon-pohon kelapa dan pisang, rumpun bambu yang rimbun dan persawahan menjadi hiburan tersendiri bagi pengguna kereta api.
Di sepanjang perjalanan banyak dijumpai stasion-stasion kecil. Pada pukul 18.00 sore kereta api sampai di Lhokseumawe, selanjutnya keesokan harinya pada pukul 13.00 siang tiba di stasion Sigli. Di Padang Tiji kereta api berhenti sekitar 10 menit untuk ganti lokomotif yang lebih kuat, sebab jalan mulai menanjak melalui batas air antara Gunung Seulawah Agam dan Gunung Seulawah Inong yaitu melewati krueng Empat Puluh Empat.
Pukul 15.00 kereta api berangkat dari Seulimum melalui Indrapuri menuju Lambaro, di Lambaro kondektur kembali memeriksa karcis penumpang. Pada pukul 18.00 sore kereta api baru tiba di stasion Kutaradja. Jadi perjalanan dengan memakai kereta api untuk lintas Medan – Kutaradja memakan waktu selama dua hari.
Pemberhentian terakhir Atjeh Tram melalui sebuah tanggal kecil yang berujung dekat jembatan kereta api yang terbentang di atas kuala, muara Krueng Aceh. Tempat itu berada dekat hutan bakau. Di tempat itu sekarang sudah berdiri dengan kokoh pertokoan Barata Department Store. Jadi, dengan kehadiran kereta api yang diramalkan akan segera beroperasi di Aceh, diharapakan suasana perjalanan seperti tempoe doeloe yang menyenangkan terhidang di depan mata.
Penolakan dari Aceh
Seiring perjalanan waktu, kereta api beserta rel-relnya yang membentang  di belahan bumi timur Aceh lenyap dilumat waktu. Selaku saksi hidup yang pernah merasakan nikmatnya trasportasi Aceh di masa silam, M Joenoes tergugah saat mendengar bahwa kereta api akan dihidupkan kembali sebagai salah satu moda transportasi dari berita yang disajikan Radio Republik Indonesia (RRI).
Pada artikelnya dia juga menulis bawa pernah mendengar beberapa tokoh masyarakat di Lhokseumawe yang menolak ide itu. Menurut tokoh itu, yang diminta rakyat Aceh bukan membuka kembali jalur kereta api, tetapi jalur jalan-jalan baru untuk membuka keterisolasian daerah-daerah di pedalaman Aceh.
Mungkin yang dimaksudkan M. Joenoes, tokoh tersebut yakni mantan Anggota DPRK Lhokseumawe, yakni Tgk H Basyaruddin Daud (F-PPP), H Ismet Nur Aj. Hasan (F-PAN), Muzakkir Ibrahim (PDI-P), Jamal Mildad (Ketua komisi D dari PKS). Mereka sepakat, pembangunan jalur tersebut lebih cenderung kepada menghambur-hamburkan uang rakyat dan “Cet langet”, dan ini juga merupakan proyek politis, dengan ada proyek tersebut nantinya  bisa mendapatkan untung yang lebih besar. Seperti yang dilansir wikimu.com.
Mengenai pembangunan jalur rel kereta api di Aceh belum saat saatnya dibangun. “itu hanyalah proyek politik atau proyek “Abunawas”, ujar Muzakkir Ibrahim. Menyangkut istilah Abunawas yang diutarakan Muzakkir mengarah pada indikasi gagal untuk yang kesekian kalinya terhadap beberapa program-program besar di Aceh  yang langsung didanai oleh pusat dan pembangunannya saat ini tidak sempurna dan berkesinambungan. (lagee rumoh abu nawah, na pinto, hana pageue).
Barang Pajangan
Sebuah Mini bus melaju kencang di jalan dua jalur yang membelah lading gas di pinggiran Kota Lhokseumawe. Satu meter dari badan jalan terbentang rel kereta api yang sepertinya sudah berkarat. Di beberapa tempat, ada yang sudah ditimbun warga untuk melintas. Sebagian lagi ada yang sudah dicopot dan ditumpuk begitu saja oleh warga setempat. Ternyata, untuk saat ini, rel itu menggagu aktivitas masyarakat atau setidaknya tak elok dipandang mata.
Begitu juga dengan gerbongnya. Setelah lama menanti, lokomotif dan satu train dari Madium pun tiba di Kreung Geukuh Lhokseumawe. Namun sampai saat ini masih jadi barang pajangan unik baik anak-anak yang belum melihatnya secara langsung. Mengapa proses pembagunganan kereta api di Aceh denial lamban? Apa sebenarnya yang terjadi? Benarkah itu hanya sekedar proyek politik seperti yang diutarakan beberapa anggota DPRK Lhokseumawe.
Salah satu kendalanya adalah penkondisian lahan, untuk jalur lama, sedangkan untuk pergeseran jalur tentu butuh biaya besar pembebasan lahan. Menurut Kepala Satuan kerja (Satker) Kereta Api Aceh Muhammad Dahlan, pembangunan kembali jalur dan kereta api Aceh menghadapi banyak kendala, khususnya masalah lahan yang sudah beralih fungsi, baik rumah penduduk maupun jalan.
Ia mengatakan, pihaknya tidak bisa menyalahkan masyarakat, karena jalur kereta api sebelumnya sudah lama tidak berfungsi, sehingga mereka menganggap lahan tersebut tidak digunakan lagi. Ketika jalur kereta api di Aceh dibuka kembali, rakyat terkejut, sehingga membutuhkan waktu agak lama untuk menyakinkan masyarakat. Padahal, Dalam program lanjutan tahun 2009, Departemen Perhubungan menyediakan dana Rp32 miliar yang akan digunakan membangun fasilitas pendukung pada proyek 2007-2008 untuk operasional, seperti kantor dan stasiun.
Bayak kalangan berharap besar Pemerintah Pusat dan Pemeritah Aceh diminta segera merealisasi proyek kereta api tersebut dengan sebijak mungkin. Agar bunga tidur rakyat benar-benar menjadi sebuah kenyataan sejarah Aceh modern dengan jenis transportasi  yang kerap dibualkan pemeritah sejak 1998.
Sebenarnya, bila tak dijanjikan pemerintah, meski sejarah perkereta apian aceh sangat romantic, mungkin rakyat Aceh tak pernah bermimpi untuk menghayalkannya lagi (meu lam ulee tan le). Lagi pula sudah banyak jenis trasportasi lain yang lebih sederhana dan simple. Apa dikata, rakyat sudah terlanjur berharap. Mau tidak mau, ya lanjutkan! Meunyoe hana apui, pane na asap!
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga petang. Sebuah mini bus berhasil dihentikan Ayah Bukhari. Dua calon penumpang (Aku dan istriku) yang sedari tadi menunggu pun pindah kursi ke dalam L-300. Sang Harlan pun lenyap saat mini bus mengintari tingan jalan ke arah seulawah.
Semoga kenangan manis menikmati bisa bukhari ulangi dalam waktu dekat sebelum ajal menjemput. Pemerintah harus membuktikan pada publik bahwa pembukaan jalur kereta api Aceh bukan proyek politik atau proyek Abunawah. Semoga Keinginan warga Aceh benar-benar menikmati Kereta Api Aceh (KAA) tahun 2010 sesuai janji Dirjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan. Semoga saja!
—-
Kronologis Pembangunan Geuritan Apui (Atjeh Tram)
26 Juni 1874
Gubernur Aceh dan daerah taklukannya memerintahkan untuk menghubungkan tempat demarkasi pelabuhan Ulee Lheue dan Kutaraja dengan rel kereta api sepanjang 5 km dengan lebar spoor (rel) 1,067 meter.
12 Agustus 1876
Jalan kereta api Ulee Lheue resmi dibuka untuk umum dengan menghabiskan biaya 540.000 golden.
Tahun 1885
Jalur kereta api diteruskan hingga Gle Kameng-Indrapuri, namun hanya mampu mencapai Lambaro dengan alasan keamanan. Lebar spoor dikurangi menjadi 0,75 m dengan panjang 16 km.
Tahun 1886
Dibuka jalur dari Kutaraja – Lamnyong, sebuah jalur dari Tongah ke Pekan Kr. Cut dan rumah sakit militer Pante Pirak. Jalur ini digunakan untuk membawa orang luka dan sakit dari pos militer ke luar Aceh.
Januari 1898
Jalur kereta api diperpanjang hingga mencapai Seulimuem sepanjang 18 km dan dimanfaatkan untuk lalu lintas umum.
Tahun 1900
Gubernur Van Heutzs merencanakan perluasan jalur kereta api Seulimuem-Sigli-Lhokseumawe. Biaya ditaksir untuk membangun jalur ini sebesar 3 juta golden, biaya terbesar untuk membuat lintasan di pegunungan yang sangat berat.
15 September 1903
Jalur Beureneuen – Lameulo sepanjang 5 km siap dikerjakan dan dibuka untuk umum.
Tahun 1912
Pertemuan jalur kereta api lintasan Deli Pangkalan Berandan – Aceh dimulai. Jalur kereta api Langsa – Kuala Simpang resmi dibuka untuk umum
Tanggal 29 Desember 1919
Persambungan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij dengan lintas Aceh diresmikan pemakaiannya. Total panjang jalur kereta api Aceh 450 km dengan total biaya 23 juta Golden.[]
Tahun 1982
Banda Aceh resmi sudah tidak memiliki hubungan kereta api lagi. Hal ini dikarenakan tidak mampu bersaing dengan sarana transportasi jalan raya yang sudah semakin baik dan onderdil yang semakin sulit dicari.
Tahun 1998-2004
Pada 1998 melalui dana APBN murni dibangun kembali relnya di kawasan Aceh Tamiang. Pembangunan rel yang sudah dibangun sepanjang 32 km dilaksanakan hingga 2004. Proyek ini dihentikan akibat musibah tsunami yang kemudian dilanjutkan lagi pada 2007.
Tahun 2007-2008
Pembangunan lanjutan rel kereta api 2007-2008 tidak dimulai dari Aceh Tamiang, tetapi dari Krueng Mane, Kabupaten Aceh Utara hingga Cunda, Kota Lhokseumawe sepanjang 28 km.
Tahun 2009
Dalam program lanjutan tahun 2009, Departemen Perhubungan menyediakan dana Rp32 miliar yang akan digunakan membangun fasilitas pendukung pada proyek 2007-2008 untuk operasional, seperti kantor dan stasiun.
Demikian rangkaian sejarah pembangunan rel kereta api Aceh dari masa ke masa (1874-2009). Sejarah perkereta apian aceh menyimpan sebuah misteri sejarah yang panjang dan berliku. Bagi masyarakat Aceh, generasi sekarang masih menghayal bisa naik kereta api seperti yang mereka toton dalam siaran televisi (lagee lam tivi-tivi).cra/hac/dbs
Tabel pembangunan jalur Kereta Api Aceh (KAA)

NO KOTA JARAK (KM) TAHUN ALOKASI DANA (RP)
1 Sp Mane-Bungkah-Kr. Geukuh-Bl. Pulo 20,4 2007 108 milyar
2 Bl. Pulo-Lhokseumawe dan Sp.Mane-Mns Alue 51,5 2008 772,5 milyar
3 Sigli – Mns Alue 100,6 2009 1.509 miliyar
4 Banda Aceh-Sigli 112 2010-2012 1.680 milyar
5 Lhokseumawe-Batas Sumut 199,5 2009-2012 2.992,5 milyar
Sumber: Data Kadishubkomintel Aceh

Friday, May 11, 2012

Sumatera Utara Tampung Investasi Rp 70 Triliun

Medan, (Analisa). Dalam tahun ini Sumatera Utara menampung investasi dari Brunai Darussalam senilai Rp 70 triliun bagi pembangunan PLTA Asahan IV, Dermaga Internasional Pelabuhan Belawan, Kawasan Industri Terpadu (KIT) Belawan dan PLTU di Desa Pematang Johar Deli Serdang.
Peletakan batu pertama keempat infrastruktur yang sangat didambakan masyarakat Sumut menurut rencana dilakukan Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono , akhir 2012. Nota kesepahaman antara investor lokal PT Berkat Bina Karya dengan investor Brunei Darussalam, Rondaw Bernhard untuk pembangunan infrastruktur tersebut sudah ditandangani pada 5 Juni 2009 di Brunai.

Hal itu diungkapkan, Ramli Assiddiqie,SH, Manajer Humas Berkat Bina Karya (BBK) didampingi Direktur Keuangan Mhd Fauzan Habib Parinduri,ST dan Divisi Hydropower Plant Sukirman kepada pers, Kamis (10/5).

Menurut Ramli izin lokasi PLTA Asahan IV sudah lengkap termasuk rekomendasi gubernur dan amdal juga sudah selesai.Diharapkan PLTA Asahan IV di atas lahan 114 hektare dan menelan biaya Rp1,5 triliun rampung dikerjakan selama 2 tahun atau awal 2016 mendatang sudah bisa beroperasi.

Sementara Dermaga Internasional Pelabuhan Belawan berbiaya Rp 10 triliun dibangun di atas areal seluas 28 hektare.KIT yang lokasinya bersebelahan KIM II serta PLTU berkapasitas 3 ribu MW di Desa Johar Deli Serdang dibangun di atas lahan 1300 hektare.

"Semua proyek tersebut diperkirakan menelan biaya sebesar Rp 70 triliun. Meski proyek ini kita bangun secara bertahap, namun yang menjadi diprioritas utama sekarang PLTA Asahan IV", jelas Ramli.

Fauzan menyatakan PLTA Asahan IV ini diinterkoneksi dengan PLN Wilayah Sumut untuk memenuhi kebutuhan tenaga liskrik bagi masyarakat daerah ini yang pertumbuhannya 9 %/ tahun.

"Jaringan transmisi PLTA Asahan IV 150-275 KV ke Gardu Induk (GI) Asahan III, Asahan I atau ke GI Semangkuk. Meski jaringan tersebut ditangani PLN, namun kita juga siap merampungkan jika PLN memberi kepercayaan kepada BBK", ujarnya seraya menyebutkan pihaknya juga memiliki konsultan dari ITB Bandung.

Mulai dikerjakan

Sekarang katanya PLTA Asahan IV sudah mulai dikerjakan dan pekan depan sudah ditender DED atau Design Engineering Detail. Soalnya sejak 2005 BBK sudah mengurus izin prinsip

Menyinggung tentang investor asing lainnya, Ramli menyebutkan untuk KIT sudah ada beberapa perusahaan asing yang berminat membangun pabrik.

Seperti perusahaan industri mobil, biji timah dari Shanghai, pabrik susu (Australia) maupun berbagai perusahaan dalam negeri. "Pembangunan proyek-proyek tersebut tentu memberi dampak positif bagi perekonomian Sumut.Di sisi lain kita harapkan dapat menampung sekitar 10 ribu tenaga kerja", kata Ramli Assiddiqie.(bay)

Thursday, May 10, 2012

Kejanggalan Tragedi Pesawat Sukhoi di Bogor

Jakarta Sukhoi Superjet (SSJ) 100 hilang kontak dengan Air Traffic Control Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng pada Rabu (9/5/2012) dan ditemukan serpihannya pada hari Kamis ini di Gunung Salak. Banyak kejanggalan pada joy flight penerbangan SSJ-100 ini.

Rute Joy Flight

Kejanggalan ini diungkapkan pengamat penerbangan Samudera Sukardi, yang juga mantan petinggi Pelita Air. Joy flight yang dilakukan pesawat Sukhoi Superjet100 dari Bandara Halim Perdanakusuma, melewati rute Pelabuhan Ratu yang melintasi wilayah pegunungan yang gelap. Hal ini dinilai tidak lazim karena biasanya joy flight dilakukan pada rute yang lebih terang, yakni melintasi wilayah laut.

"Untuk joy flight seharusnya mengambil rute Krakatau, melewati wilayah laut yang terang. Tapi ini melewati Pelabuhan Ratu, melewati wilayah pegunungan yang gelap," ujar pengamat penerbangan, Samudera Sukardi, saat dihubungi detikcom, Rabu (8/5/2012) malam.

Samudera menuturkan, joy flight atau penerbangan demonstrasi biasa dilakukan di atas wilayah laut yang terang. Baik pesawat jenis besar, sedang, hingga kecil, seperti Bombardier dan Cessna Caravan, selalu melintasi wilayah laut.

"Selama ini, joy flight belum pernah ke arah situ. Selalu lewat wilayah laut," tuturnya.

Nah, siapa yang mengizinkan rute joy flight yang janggal itu?

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menguraikan garis besar perizinan pesawat asing bisa terbang di Indonesia. Ada 2 prosedur untuk itu.

"Untuk terbang di wilayah udara Indonesia ada 3 instansi yang mengeluarkan izin. Kemenlu untuk diplomatic clearance, Kemenhan untuk security clearance dan Kemenhub untuk hak angkut dan teknis pesawat," jelas Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Bambang S Ervan.

Nah untuk Indonesia dan Rusia, kedua negara sudah memiliki Airworthiness Bilateral Agreement. Artinya, mengakui sertifikasi yang dikeluarkan penerbangan sipil masing-masing negara.

"Hal ini menjadikan dasar hak angkutnya," jelas dia.

Kemudian saat prosedur tersebut sudah dilalui, prosedurnya kemudian perusahaan penerbangan, dalam hal ini perantara Sukhoi, PT Tri Marga Rekatama dan pihak Sukhoi harus mengajukan flight plan ke Air Traffic Service (ATS) yang mengatur lalu lintas udara. Flight plan ini ada 2, yang satu diserahkan ke ATS dan satunya dibawa pihak pilot.

"Kan harus disetujui dulu (oleh ATS) baru dibawa. Kalau dia nggak bawa dia mau terbang ke mana," jelas Bambang masalah perizinan ini juga akan diinvestigasi oleh KNKT.

Kemenhub menegaskan belum mengeluarkan sertifikat layak terbang standar Indonesia bagi pesawat Sukhoi Superjet 100. Alasannya pesawat buatan Rusia tersebut memang belum resmi didatangkan oleh para maskapai dan belum akan dioperasikan di Indonesia secara komersial.

"Kalau ada permintaan, kita akan menguji, sekarang ini kan masih tahap promosi," kata Kepala Bagian Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Ishaful Hayat kepada detikFinance, Kamis (10/5/2012)

Di satu sisi, PT Tri Marga Rekatama mengakui bahwa rute itu atas permintaan pilot Sukhoi sendiri. "Itu atas permintaan penerbangnya. Di antara penerbang itu juga kan ada dari kita, sudah hafal rute," jelas Sunaryo dari PT Trimarga Rekatama, saat dihubungi detikcom, Kamis (10/5/2012).

Jadi, rute itu pun tidak serta merta diputuskan mendadak. Rute itu sudah didiskusikan lebih dahulu. Para penerbang ini juga sudah berkoordinasi dengan pihak terkait.

Sunaryo juga memastikan Alexander Yablontsev, Pilot In Command (PIC) telah mengetahui medan Gunung Salak. "Oh dia tahu karena sebelum berangkat, dia mempelajari map dari rute penerbangan," kata Sunaryo dalam jumpa pers di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, Kamis (10/5/2012).

Izin Turun ke 6 Ribu Kaki

Pesawat SSJ-100 ini hilang kontak setelah 21 menit lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusumah, tepatnya pada pukul 14.33 WIB. Saat hilang kontak, ATC di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng menerima permintaan dari pilot untuk turun dari ketinggian 10 ribu kaki kepada 6 ribu kaki.

"Baru melaporkan akan turun itu, belum (diizinkan). Biarkan KNKT yang melakukan investigasi untuk itu," jelas Bambang S Ervan ketika dikonfirmasi mengapa Air Traffic Control (ATC) mengizinkan turun pesawat itu ke ketinggian 6 ribu kaki.

Dari Basarnas, humas Basarnas Gagah Prakoso mengatakan hal itu merupakan inisiatif pilot. Belum diketahui apakah langkah itu ditempuh karena cuaca buruk atau faktor lain. Saat pilot meminta izin, ATC belum memberi jawaban.

"Belum sempat dijawab, tapi sudah hilang kontak," ungkapnya.

Perwakilan PT Trimarga Rekatama mengatakan, Sukhoi hendak mengambil ketinggian dengan turun di 6 ribu kaki. Namun menjadi tanda tanya, ketinggian di Gunung Salak sekitar 7 ribu kaki. Apa tidak takut menabrak?

"Saya juga heran kenapa diizinkan," kata Sunaryo dari PT Trimarga Rekatama.

Misteri soal apakah pesawat tersebut diizinkan turun atau tidak ini yang perlu diketahui. Lagi-lagi, tugas KNKT untuk menginvestigasinya.

Sinyal Darurat Tidak Terdeteksi

Pesawat SSJ-100 ini saat hilang kontak, tidak mengirimkan sinyal darurat, yang dikenal dengan Emergency Locator Transmitter (ELT), yang langsung memancarkan sinyal dalam keadaan darurat.

Hal tidak adanya sinyal darurat ini disampaikan oleh humas Basarnas, Gagah Prakoso. Tak hanya ATC Halim, tapi Singapura dan Australia tak mendeteksi sinyal yang biasa dipakai saat pesawat ada gangguan itu.

"Tidak ada sinyal yang kami terima. Singapura dan Australia juga tidak," kata Kepala Humas Basarnas Gagah Prakoso di Terminal Kedatangan Halim Perdanakusumah, Kamis (10/5/2012).

Gagah menyebutkan, jika pesawat mengalami gangguan, maka emergency signal akan dikirim ke Air Traffic Control (ATC) terdekat. Dalam kasus ini, biasanya Singapura dan Australia juga bisa mendeteksi.

"Tapi ini tidak ada. Untuk lebih jelasnya, kita tunggu KNKT," jelasnya.

Padahal spesifikasi pesawat dari situs Sukhoi, SSJ-100 ini dilengkapi pendeteksi kegagalan sistem. Termasuk dilengkapi Traffic Collision Avoidance System (TCAS) generasi kedua alias sistem yang bisa mendeteksi bila pesawat itu akan mengalami tumbukan dengan pesawat atau obyek lain. Sistem avionik SSJ 100 memiliki keunggulan keselamatan penerbangan dan kehandalan yang tinggi.

Sinyal HP Masih Menyala

SSJ-100 diberitakan hilang kontak denan ATC Cengkareng pada pukul 14.33 WIB. Namun, telepon seluler alias HP 2 wartawan majalah Angkasa, Didi Yusuf dan Dodi Aviantara, masih aktif saat dihubungi pukul 17.00 WIB. Tapi keduanya tidak mengangkat telepon.

"Benar, kami sudah cek. Keduanya ada dalam manifes," ujar editor majalah Angkasa, Dudi Sudibyo, ketika dihubungi detikcom, Rabu (9/5/2012).

Dudi mengatakan pihak Angkasa telah mencoba berkali-kali menghubungi kedua jurnalisnya, namun tidak ada jawaban dari mereka. "Terakhir kami coba pukul 17.00 WIB kami kontak, nadanya masuk. Tapi tidak ada jawaban," jelasnya.

Nah, apakah sinyal HP yang masih menyala ini juga mempengaruhi penerbangan itu?

Kunci semuanya, ada pada black box atau kotak hitam yang berada dalam badan pesawat, apakah karena human error atau faktor cuaca? Black box inilah yang merekam percakapan pilot-ATC pada Cockpit Voice Recorder (CVR) dan data-data penerbangan dalam Flight Data Recorder (FDR).

Ketua KNKT Tatang Kurniadi mengatakan juga sudah meminta rekaman percakapan pilot-ATC yang dimiliki ATC untuk keperluan investigasi. Tentunya, rekaman confidential, tak bisa diketahui publik selama investigasi KNKT dilakukan.

Hal ini karena pernah ada kasus, data percakapan pilot-ATC dalam rekaman kotak hitam beredar dalam kasus jatuhnya AdamAir KI 574 yang jatuh di Majene, Sulbar pada 2008 lalu sebelum KNKT merilis hasil investigasinya.

Panjang memang investigasi yang dilakukan KNKT hingga akhirnya bisa dibuka ke publik, berbilang bulan bahkan tahun. AdamAir KI 574 yang jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat pada 1 Januari 2007 baru bisa ditemukan kotak hitamnya pada 28 Agustus 2007. Hasil investigasi itu kemudian diumumkan Maret 2008.

Kecelakaan pesawat Merpati berjenis MA-60 di Kaimana, Papua pada Mei 2011 baru dirilis hasilnya pada Mei 2012 lalu. Jadi, mari menunggu hasil investigasi KNKT.

(nwk/asy/dtc)