Tuesday, June 19, 2012

Curah Hujan Menurun, Sawah di Binjai Terancam Kering


(Analisa/wardika aryandi). Sejumlah lahan persawahan tadah hujan di Kota Binjai mengalami kekeringan akibat menurunnya curah hujan dan suhu udara yang semakin meningkat sejak sepekan terakhir. Akibatnya banyak tanaman padi yang terancam mati akibat kekurangan air.
Binjai, (Analisa). Menurunnya curah hujan dan semakin meningkatnya suhu udara di Kota Binjai dan beberapa wilayah di Sumatera Utara dalam sepekan terakhir, menyebabkan sebagian besar lahan persawahan tadah hujan terancam kekeringan.
Pantauan Analisa di lapangan, Selasa (19/6), beberapa daerah persawahan di Kota Binjai sudah mengalami kekeringan sejak beberapa hari terakhir. Padahal, banyak di antara lahan itu yang baru digunakan untuk mengawali musim tanam tahun ini.

Sudar (60) misalnya, mengaku merugi jika hujan tidak turun dalam waktu yang lama. "Sebagai petani kecil kami cuma bisa pasrah, sebab kami sangat menggantungkan sumber air dari hujan. Jika terus-terusan hujan tidak turun, dapat dipastikan bibit yang baru ditanam akan mati karena kekurangan air. Masalahnya, bukan hanya sampai di situ karena kami pasti akan mengeluarkan modal lagi untuk mengusahakan bibit yang baru," tutur warga Kelurahan Sumber Mulio Rejo Kecamatan Binjai Timur ini kepada Analisa.

Sekretaris Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Binjai Ir H Khusnul Yaqin menjelaskan, kondisi iklim yang berlangsung saat ini memang sangat sulit untuk diprediksi. Karena itu, ia mengimbau kepada para petani untuk kreatif dalam mengantisipasi perubahan cuaca dengan mengubah periode tanam.

 "Saya kira sulit menentukan saat ini sudah memasuki musim kemarau karena meningkatnya suhu udara baru terjadi sejak seminggu terakhir. Misalnya, saja pada Mei lalu, kami memprediksi akan mulai memasuki musim kemarau tapi nyatanya di beberapa wilayah curah hujan justru sangat tinggi. Saya kira jalan keluar yang terbaik, dengan mempelajari siklus hujan beberapa tahun terakhir sehingga petani bisa mengatur periode penanaman padi dengan tepat," ungkap Khusnul saat ditemui Analisa di ruang kerjanya.

Berdasarkan data dimiliki Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Binjai, saat ini luas lahan persawahan di Kota Binjai mencapai 2.211 hektar yang tersebar di masing-masing 4 kecamatan. Dari luas itu, sekitar 1.767 hektarnya merupakan lahan persawahan tadah hujan yang sebagian besar rawan mengalami kekeringan. (wa)

Dua Pulau di Sumatera Utara ‘Dikuasai’ Pihak Asing

Medan, (Analisa). Dua pulau disinyalir berada di kawasan Provinsi Sumatera Utara, yakni Pulau Simalake di Kabupaten Nias Selatan (Nisel) dan Pulau Asu di Kabupaten Nias Barat disebut-sebut telah dikuasai oleh pihak asing, sebab kedua pulau tersebut saat ini sama sekali tidak bisa dimasuki oleh masyarakat pribumi biasa hingga pejabat pemerintah.
"Informasi kuat saya terima bahwa kedua pulau tersebut dikelola sepenuhnya oleh pihak asing. Padahal di kedua pulau tersebut, kabarnya telah memiliki hotel bintang lima yang biaya penginapannya saja bisa mencapai Rp6,5 juta per malam," kata Anggota Tim Reses VII DPRD Sumut di Kepulauan Nias, Ramli, usai rapat paripurna DPRD Sumut dengan agenda penyampaian hasil reses di Medan, Senin (18/6).

Dikatakan, selain kedua pulau tersebut memiliki hotel bintang lima, bahkan di Pulau Simalake juga disebut-sebut telah dijadikan dan didirikan bisnis kasino atau judi sedangkan di Pulau Asu dijadikan lokasi peracikan narkoba. Dia mengatakan, di kedua pulau tersebut 98 persennya hanya dihuni oleh pihak asing, sehingga pribumi atau orang Indonesia sama sekali tidak bisa jika memasuki pulau tersebut.

Anehnya, kata Ramli yang merupakan politisi Partai Demokrat ini, pemasukan keuangan dari hasil bisnis kedua pulau tersebut sama sekali tak ada untuk Sumatera Utara khususnya kabupaten yang ada di wilayah pulau tersebut. "Informasi kami peroleh menyebutkan bahwa PAD dari kedua pulau tersebut masuk ke kantong Provinsi Sumbar," katanya.

Untuk itu Ramli mendesak Muspida Plus di bawah koordinasi Plt Gubsu agar segera turun ke lokasi kedua pulau tersebut, dengan melibatkan elemen masyarakat lain guna mengetahui apakah benar telah adanya bisnis pariwisata dan ekonomi di kedua pulau tersebut.

"Sebab kami duga kuat bahwa memang telah terjadi bisnis pariwisata dan ekonomi di kedua pulau tersebut, mengingat seringnya masyarakat sekitar melihat adanya kapal pesiar yang bersandar di sekitar daerah tersebut. Padahal, jika ada kapal berbadan besar seperti kapal pesiar, seharusnya ‘kan bersandar di Pulau Tello sebagai pelabuhan resmi milik pemerintah. Tapi mengapa kapal pesiar yang sering dilihat masyarakat tersebut bersan-darnya jauh dari pelabuhan yang disediakan?"katanya. (di)