Thursday, January 17, 2013

Mimpi Soekarno pindahkan ibu kota ke Palangkaraya


Presiden Pertama RI, Ir.Soekarno hadir dalam proses pembangunan Kota Palangkaraya
Hidayat: Soekarno sosok negarawan sejatiJakarta sebagai ibu kota negara kini sudah tidak ideal lagi. Kota ini menyimpan segudang masalah. Mulai dari kemacetan akut, kepadatan penduduk, pembangunan tak terencana hingga banjir yang selalu mengintai jika musim hujan datang.

Presiden Soekarno pada tahun 1950-an sudah meramalkan Jakarta akan tumbuh tak terkendali. Soekarno dulu punya mimpi memindahkan ibu kota Republik Indonesia dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Mengapa Palangkaraya? Ada beberapa pertimbangan Soekarno. Pertama Kalimantan adalah pulau terbesar di Indonesia dan letaknya di tengah-tengah gugus pulau Indonesia. Kedua menghilangkan sentralistik Jawa.

Selain itu, pembangunan di Jakarta dan Jawa adalah konsep peninggalan Belanda. Soekarno ingin membangun sebuah ibu kota dengan konsepnya sendiri. Bukan peninggalan penjajah, tapi sesuatu yang orisinil.

"Jadikanlah Kota Palangkaraya sebagai modal dan model," ujar Soekarno saat pertama kali menancapkan tonggak pembangunan kota ini 17 Juli 1957.

Satu hal lagi, seperti Jakarta yang punya Ciliwung, Palangkaraya juga punya  punya sungai Kahayan. Soekarno ingin memadukan konsep transportasi sungai dan jalan raya, seperti di negara-negara lain.

Soekarno juga ingin Kahayan secantik sungai-sungai di Eropa. Di mana warga dapat bersantai dan menikmati keindahan kota yang dialiri sungai.

"Janganlah membangun bangunan di sepanjang tepi Sungai Kahayan. Lahan di sepanjang tepi sungai tersebut, hendaknya diperuntukkan bagi taman sehingga pada malam yang terlihat hanyalah kerlap-kerlip lampu indah pada saat orang melewati sungai tersebut," kata Soekarno.

Untuk mewujudkan ide itu Soekarno bekerjasama dengan Uni Soviet. Para insinyur dari Rusia pun didatangkan untuk membangun jalan raya di lahan gambut. Pembangunan ini berjalan dengan baik.

Tapi seiiring dengan terpuruknya perekonomian Indonesia di awal 60an, pembangunan Palangkaraya terhambat. Puncaknya pasca 1965, Soekarno dilengserkan. Soeharto tak ingin melanjutkan rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan. Jawa kembali jadi sentral semua segi kehidupan.

Kini Jakarta makin semrawut, sementara pembangunan di  Palangkaraya berjalan lambat. Hampir tak ada tanda kota ini pernah akan menjadi ibukota RI yang megah.

Hanya sebuah monumen berdiri menjadi pengingat Soekarno pernah punya mimpi besar memindahkan ibukota ke Palangkaraya.
Sumber: Merdeka.com

Monday, January 14, 2013

KNTI Region Sumatera Kembangkan Model Ekowisata Mangrove



Ilustrasi Hutan Mangrove
Langkat, Sumut, 28/11 (ANTARA) – Kesatuan Nelayan Tradisionil Indonesia (KNTI) Region Sumatera mengembangkan model ekowisata mangrove (bakau) di register 8/L di Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
“Kita kembangkan ekowisata mangrove dengan melakukan penghijauan di kawasan tersebut dilahan seluas 300 hektare,” kata Presedium Region Sumatera Kesatuan Nelayan Tradisionil Indonesia, Tajruddin Hasibuan di Pangkalan Brandan, Selasa.
Disampaikannya bahwa ekowisata mangrove tersebut nantinya merupakan perpaduan antara penghijauan dengan pengembangan perikanan.
Untuk langkah awalnya harus dilakukan penghijauan terlebih dahulu dengan melakukan penanaman 266.000 batang mangrove di kasawan tersebut.
Direncanakan mangrove yang akan ditanam dilahan itu berkisar 1,6 juta batang.
Hasibuan mengungkapkan apa yang dilakukan pihaknya ini semata-mata untuk kembali menghijaukan hutan mangrove yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan dan hampir punah.
“Hutan mangrove dikawasan tersebut kini hampir punah, melalui inilah kita berbuat untuk kembali menghijaukannya,” ujarnya.
Model ekowisata mangrove yang ada ini nantinya merupakan satu-satunya yang ada di kawasan pesisir pantai timur Langkat.
Diharapkan melalui model ekowisata mangrove ini para nelayan akan dapat meningkatkan taraf hidup mereka, melalui kebersamaan antara mereka.
“Model ekowisata ini memungkinkan berkembangnya biota laut yang ada dikawasan tersebut udang, ikan, kepiting, kerang, yang selama ini nelayan semakin payah mencarinya,” ungkap Hasibuan.
Untuk itu berbagai langkah akan terus dilakukan agar kawasan tersebut nantinya benar-benar memberikan kenyamanan buat nelayan untuk mendapatkan hasil yang berlipat ganda dari sebelumnya.
Hasibuan juga berharap dukungan dari pemerintah Kabupaten Langkat dalam hal ini Bupati Ngogesa Sitepu.
“Dukungan dari Bupati akan dapat mewujudkan kawasan ekowisata mangrove yang sudah cukup lama ingin diwujudkan,” ujarnya.
Source : Antara Sumut (281112)

KNTI tanam 266.000 mangrove di register 8/L

LANGKAT – Kesatuan Nelayan Tradisionil Indonesia (KNTI) Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, lakukan penanaman 266.000 pohon mangrove (bakau) di register 8/l kecamatan Brandan Barat, guna mendukung penghijauan pesisir pantai timur Langkat.

“Kita melakukan penanaman mangrove guna mendukung kelestarian lingkungan setempat,” kata Presedium Region Sumatera Kesatuan Nelayan Tradisionil Indonesia, Tajruddin Hasibuan di Stabat, hari ini.

Ia mengatakan, penanaman 266.000 pohon bakau itu sebagai langkah awal dari upaya penghijauan hutan mangrove di kasawan tersebut.

Penghijauan hutan Bakau di kawasan tersebut rencananya mencapai sekitar 300 hektare, dengan kebutuhan bibit 1,6 juta pohon mangrove, ujar Hasibuan.

Hasibuan menambahkan, upaya yang dilakukan itu untuk kembali menghijauan hutan mangrove yang kondisinya sangat memprihatinkan.

“Hutan mangrove di kawasan tersebut kini hampir punah, melalui gerakan penghijauan diharapkan mampu kembali menghijau,” ujarnya.

Tajruddin Hasibuan menambahkan, kawasan tersebut nantinya dapat dikembangkan model ekowisata mangrove, sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan penghasilan nelayan setempat.

Source : Waspada Online (231112)

Ribuan Hektar Mangrove Dibabat untuk Sawit


 Ribuan Hektar Mangrove Dibabat untuk SawitKOMPAS/AUFRIDA WISMI Ribuan hektar kebun sawit tersembunyi di balik mangrove di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, seperti terlihat, Rabu (9/11/2011). Kebun sawit itu dibangun dengan mengonversi hutan mangrove yang kini tersisa tinggal setebal satu meter.
MEDAN, KOMPAS.com- Ribuan hektar kebun sawit di Kabupaten Langkat tersembunyi di kawasan hutan mangrove. Saat Kompas datang ke salah satu lokasi kebun sawit yang mengonversi hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Rabu (9/11/2011) kemarin, tak terlihat kebun sawit dari perairan. Yang terlihat adalah hijaunya tumbuhan bakau.
Namun begitu kapal mendekat, lapisan pohon bakau hanya setebal sekitar satu meter. Di belakang pagar bakau itu, tanggul selebar empat-hingga lima meter setinggi sekitar tiga meter terbentang memanjang berkilo-kilometer.
Di sebelah tanggul, terbentang 1.200 hektar kebun sawit dengan tanaman setinggi pinggang orang dewasa. Tanggul yang bisa dilalui kendaraan roda empat itu berfungsi untuk menahan air laut supaya tidak masuk ke kebun sawit.
Pohon bakau yang sebelumnya tumbuh rimbun di kawasan itu telah dibabat habis digantikan dengan tanaman sawit.
Presidium Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Region Sumatera Tajruddin Hasibuan mengatakan, UD Harapan Sawita yang mengelola 1.200 hektar areal kebun sawit itu hanyalah salah satu perusahaan yang melakukan konversi hutan bakau menjadi lahan sawit.
Dalam catatan KNTI di Kabupaten Langkat, telah ada 20.100 hektar hutan bakau yang sudah terkonversi menjadi lahan sawit dengan modus yang sama seperti UD Harapan Sawita sejak tahun 2007. Tinggi tanggul bermacam-macam dari tiga meter hingga lima meter. Perkebunan bahkan ada yang dimiliki pejabat tinggi Sumut.

Source: kompas regional (101111)

Pembicaraan Alihfungsi Hutan Mangrove Berakhir dengan Damai


alt
Starberita - Brandan Barat, Sedikitnya 200 an warga Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat mendatangi kantor Desa Lubuk Kertang, minta pertanggujawaban kepada Pengusaha Perkebunan kelapa sawit Sutrisno Akam, warga Kecamatan Gebang Langkat, Rabu (26/9).
Rusli yang mewakili warga yang langsung memasuki ruangan kantor kepala Desa yang disambut baik oleh Kedea A Hadi Yusuf bersama Muspika, meminta ganti rugi alihfungsi mangrove yang telah menimbulkan konflik horizontal di tengah-tengan masyarakat. Pasalnya kawasan hutan Register 8/L yang telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Akibat Alih fungsi tersebut nelayan tradisional di desa tersebut kehilangan mata pencaharian yang sehari-hari mencari kepiting dan memancing ikan, kerena lahan tersebut sudah dijadi kan lahan perkebunan kelapa sawit.

Menanggapi tuntutan warga tersebut, pihak pengusaha besama Muspika menemukan titik temu dalam kesempatan tersebut, dari hasil kesepakatan pihak pengusaha dan warga membuat satu perjanjian warga akan mendapat pembagian hasil panen 12,5% dan ini di sambut baik oleh warga.

Semantara Kedes Lubuk Kertang, A Ahadi Yusuf mengatakan, sangat berterima kasih kepada warganya atas kesepakatan ini. "Mari kita bangun Desa kita bersama sama kita jangan terpengaruh dengan provokasi oleh pihak yang ingin memecah belah kehidupan kita akhir nya kita juga yang rugi",ujar Ahadi.

Kapolsek Pangkalan Brandan, AKP Zainuddin Lubis, yang didamping Waka Polsek Iptu Misrianto, mengatakan dia mengancungi jempol kepada warga Desa Lubuk Kertang dengan menyambut baik hasil kesepakatan ini. "Semoga semua ini ada hikmah nya buat kita semua", kilah nya.(DIN/MBB)


Source : StarBerita.com (270912)


 

Lahan UD Sawita Diseruduk




MedanBisnis—Langkat. Ratusan warga Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Senin (24/9), kembali menyeruduk lahan perkebunan kelapa sawit milik UD Sawita milik Sutrisno alias A Kam di kawasan hutan pantai Register 8/LA Dusun Tepi Gandu, Desa Lubuk Kertang, Langkat.
Warga terbagi dua kelompok, sebahagian masa menunggu di barak UD Sawita yang mereka kuasai setelah melakukan aksi usir paksa buruh perkebunan pada Sabtu (22/9).

Sebahagian membanjiri Kantor Desa Lubuk Kertang yang dijadikan tempat pertemuan antara masyarakat yang meminta plasma dari UD Sawita. Dengan pengamanan ketat 100 personil kepolisian dari Polres Langkat, perwakilan masyarakat melakukan perdebatan dengan Sutrisno alias A Kam selaku Direktur UD Sawita.

Eldin Rusli dan Budiman, perwakilan ratusan masyarakat Lubuk Kertang, mengatakan lahan seluas 975 hektare yang merupakan kawasan hutan pantai dengan tanaman mangrove di Tepi Gandu merupakan hutan yang dilindungi terletak pada register 8/LA.

“Tapi, saat ini sudah menjadi perkebunan sawit, walaupun pihak pengelolanya UD Sawita sudah berulang kali diperintahkan oleh aparat terkait agar segera meninggalkan usahanya, namun tidak digubris. Jika memang pemerintah melegalkan register 8/LA jadi kebun sawit, apa kontribusinya untuk masyarakat yang berdomisili di sekeliling perkebunan itu,” kata Eldin Rusli.

Menurut warga, dahulu masyarakat mencari nafkah di kawasan hutan register 8/LA. “Untuk itu jika tidak bisa dihutankan, maka masyarakat menuntut plasma 20% bagi hasil dari nilai produksi perkebunan UD Sawita yang kini ditanami sawit seluas 975 hektare. Jika tuntutan masyarakat tidak dipenuhi, hari ini juga karyawan dan pemilik kebun UD Sawita harus angkat kaki dan lahan itu kami kembalikan sesuai fungsinya menjadi kawasan mangrove,” kata warga.

Menanggapi tuntutan masyarakat, Sutrisno alias Akam menjelaskan, bahwa lahan yang mereka kuasai adalah lahan yang digantirugikan dari masyarakat Lubuk Kertang dengan alas hak surat keterangan dari Kepala Desa Syahbuddin tahun 1989. ”Namun jika tututan masyarakat minta plasma dan kompensasi 20 persen, kita hanya menyanggupi 10 persen,” kata Sutrisno.

Mendengar ungkapan Direktur UD Sawita itu, masyarakat berang dan situasi memanas. Namun polisi berhasil membawa situasi kembali dingin dan pertemuan dilanjutkan, hingga mencapai kesepakatan pihak UD Sawita mengabulkan tuntutan masyarakat 20% bagi hasil produksi perkebunan. ”Kesepakatan ini harus tertulis dan diaktanotariskan supaya ada badan hukumnya,” kata Eldi Rusli dan Budiman.

Dari pertemuan itu keduanya belum bisa memutuskan dan masih diadakan pertemuan, Rabu (26/9). “Rabu keputusannya kita di Kantor Desa,” kata Akam dan Budiman ketika ditemui kemarin.

Kapolres Langkat, AKBP Leonardus Erick Bhismo memberikan arahan kepada masyarakat dan pihak perkebunan supaya menempuh jalan terbaik dan menciptakan situasi kondusif. ”Jadi Rabu besok, Pak Eldin Rusli jangan bawa masa banyak-banyak, kan persoalannya sudah ada titik terangnya, cukup perwakilan saja,” kata Kapolres sembari menyarankan masyarakat yang ada di barak UD Sawita maupun Kantor Desa membubarkan diri. (misno)

Source : Medan Bisnis Daily (250912)

Ratusan Warga Lubuk Kertang Usir Karyawan Perkebunan Sawit



(Analisa/hery putra ginting). Perwakilan dari ratusan masyarakat Desa Lubuk Kertang usir pekerja perkebunan UD Sawita, yang sedang melakukan pemipilan TBS di barak kawasan hutan mangrove register 8/LA Dusun Tepi Gandu Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat-Langkat, Sabtu (22/9).
Stabat, (Analisa). Ratusan warga Desa Lubuk Kertang mendatangi barak perkebunan kelapa sawit milik UD Sawita. Warga mengusir paksa karyawan yang sedang memipil tandan buah segar (TBS) di Dusun Tepi Gandu Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat, Sabtu(22/9).
Langkah ini dilakukan warga, menyusul tindakan hukum yang dilakukan pemerintah terhadap UD Sawita milik Sutrisno alias Akam tidak berjalan. Karena lahan seluas 975 hektar yang dijadikan perkebunan itu, merupakan tanah hutan mangrove Register 8/LA yang dilindungi dan dilestarikan. Namun, lahan reboisasi mangrove itu masih juga diusahai untuk tanaman kelapa sawit seluas 975 hektar oleh perusahaan tersebut.

Aksi itu, merupakan ke delapan kalinya, setelah sebelumnya mereka menjebol tanggul pembatas air laut dan menanami sebahagian lahan sawit itu dengan tanaman mangrove bersama Walhi Sumut 4 bulan silam.

"Kami bertindak membantu pemerintah dalam mengusir perambah hutan mangrove register 8/LA, karena Sutrisno alias Akam tidak memakai hukum di NKRI, mereka memakai hukum luar negeri. Bahkan sudah berulang kali pemerintah melarang Sutrisno alias Topo alias Akam untuk meninggalkan lahan sawitnya, karena tempat itu merupakan kawasan register 8/LA yang direboisasi dengan dana GNRHL/Gerhan dan hutan mangrove," ujar juru bicara masyarakat Lubuk Kertang Eldin Rusli.

Surat Sekdakab

Bahkan, Eldin memperlihatkan contoh surat yang dikeluarkan Sekdakab Langkat Drs Surya Djahisa atas nama Bupati Langkat selaku ketua tim terpadu penertiban hutan dan lahan kawasan pesisir pantai tanggal 17 November 2011 nomor 522-2849/Pem/2011 tentang Peringatan untuk segera menghentikan aktifitas alih fungsi lahan di wilayah pesisir pantai di Langkat yang ditujukan kepada Sutopo alias Sutrisno alias Akam.

Surat nomor 522-2912/Hutbun/2011 tanggal 25 Nopember 2011 tentang melakukan tindakan hukum terhadap Topo alias Sutrisno alias Akam di Desa Lubuk Kertang yang ditujukan kepada Polres Langkat, Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPROC) Sumut. Tetapi tidak digubris.

Dikatakannya, jika dalam waktu 2 kali 24 jam pihak perkebunan tidak hengkang, ribuan masa mengambil tindakan pembabatan kawasan perkebunan dan menanami tanaman mangrove seperti yang pernah mereka lakukan.

Pantauan wartawan di lokasi UD Sawita Lubuk Kertang, aksi masa sempat memanas. Masa sempat melempari barak dan pos jaga UD Sawita dengan batu hingga kaca jendela hancur dan mereka juga nyaris membakar barak dan kantor afdeling UD Sawita, namun aksi itu bisa dicegah dan diamankan Polsek Pangkalanbrandan yang dipimpin Kapolseknya AKP Zainuddin Lubis.

"Kita inginkan situasi kondusif, jangan ada anarkis dan melaggar hukum,karena pihak Akam tidak berani datang, besok atau Senin kita pertemukan di kantor desa,jika pihak perkebunan tidak mau datang,kita sarankan mereka mereka mengadu ke DPRD," pinta Kapolsek dan massa membubarkan diri kembali ke kediaman mereka masing-masing.

Direktur Investigasi Lembaga Pengkajian Pelayanan Masyarakat (LPPM) Misno Adi dengan didampingi anggota lainnya Abu Sofyan, Asran Safari, Sigianto dan Eldin Rusli menjelaskan, sudah berulang kali kasus ini dibawa keranah hukum, tetapi tidak pernah selesai.

Bahkan, menurut Misno dengan didampingi Koordinator LPPM Langkat Abu Sofyan selaku yang mengetahui dan melakukan investigasi terhadap lahan register 8/LA pada tahun 2007, di tahun 2007 lalu tim dari Dinas Kehutanan Sumut dan Polda Sumut serta pihak terkait sudah menghentikan aksi perusakan hutan register 8/LA oleh Akam dan menyita 7 unit alat berat (eskavator) mereka. (hpg)

Source : Analisa Daily

MASYARAKAT TUNTUT PLASMA 20 PERSEN BAGI HASIL DARI PERKEBUNAN UD SAWITA


Stabat, (Analisa). Ratusan warga Desa Lubuk Kertang menuntut plasma 20 persen bagi hasil dari nilai produksi perkebunan UD Sawita yang kini ditanami sawit seluas 975 hektar di Dusun Tepi Gandu Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat.
“Masyarakat yang dahulunya mencari nafkah di kawasan hutan register 8/LA, sekarang sudah mati nafkahnya. Untuk itu jika tidak bisa dihutankan, kami menuntut plasma 20 persen bagi hasil dari nilai produksi perkebunan UD Sawita yang kini ditanami sawit seluas 975 hektar,” ujar Eldin Rusli dan Budiman selaku perwakilan warga pada pertemuan antara masyarakat dengan Direktur UD Sawita Sutrisno alias A Kam di kantor Desa Lubuk Kertang, Senin (24/9).
Dengan pengamanan ketat personil Polres Langkat, Eldin menegaskan jika tuntutan masyarakat tidak dipenuhi, hari ini juga karyawan dan pemilik kebun UD Sawita harus angkat kaki dan lahan itu dikembalikan sesuai fungsinya menjadi kawasan mangrove.
Dijelaskan, lahan seluas 975 hektar yang merupakan kawasan hutan pantai dengan tanaman mangrove di Tepi Gandu, merupakan hutan yang dilindungi terletak pada register 8/LA. Kini sudah menjadi perkebunan sawit, walaupun pihak pengelolanya UD Sawita sudah berulang kali diperintahkan aparat terkait segera meninggalkan usahanya, namun tidak digubris. Jika memang pemerintah melegalkan register 8/LA jadi kebun sawit, apa kontribusinya untuk masyarakat yang berdomisili di sekeliling perkebunan itu.
Lahan Ganti Rugi
Mendengar tuntutan masyarakat, Sutrisno alias Akam menjelaskan, lahan yang mereka kuasai adalah lahan yang diganti rugikan dari masyarakat Lubuk Kertang dengan alas hak surat keterangan dari Kepala Desa Syahbuddin tahun 1989. Mengenai tututan masyarakat minta plasma dan konfensasi 20 persen, pihaknya hanya menyanggupi 10 persen.
Mendengar ungkapan Direktur UD Sawita itu, masyarakat berang, namun polisi berhasil membawa situasi kembali dingin dan pertemuan dilanjutkan. Pada pertemuan itu perwakilan masyarakat juga meminta agar kesepakatan itu harus tertulis dan di akta notariskan supaya ada badan hukumnya. Namun, karena pertemuan belum juga bisa memutuskan dan rencananya akan digelar pertemuan serupa, Rabu (26/9) mendatang di Kantor Desa Lubuk Kertang.
Pantauan wartawan di lokasi, Kapolres Langkat AKBP Leonardus Eric Bhismo, SIK SH memberikan arahan kepada masyarakat dan pihak perkebunan supaya menempuh jalan terbaik dan menciptakan situasi kondusif serta meminta agar masyarakat yang datang cukup perwakilan saja.
“Jadi pada Rabu, Pak Eldin Rusli jangan bawa massa banyak, persoalannya sudah ada titik terangnya, cukup perwakilan saja ya,” pinta Kapolres sembari menyarankan masyarakat yang ada di barak UD Sawita maupun Kantor Desa membubarkan diri.
Sebelumnya, ratusan warga Desa Lubuk Kertang, mendatangi barak perkebunan kelapa sawit milik UD Sawita. Warga mengusir paksa karyawan yang sedang bekerja memipil tandan buah segar (TBS) di Dusun Tepi Gandu Desa Lubuk Kertang Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat, Sabtu (22/9).(hpg)
sumber: analisadaily (250912)

Pemkab Langkat Laporkan Kerusakan Hutan Mangrove Ke Kemhut



Hutan Mangrove
Langkat, Sumut, 8/7 (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten Langkat Sumatera Utara, melaporkan kerusakan hutan mangrove (bakau) yang terjadi di pesisir timur Langkat, ke Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan.
“Kita sudah laporkan seluruh kerusakan hutan mangrove yang ada di Langkat ini,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Langkat Surya Djahisa di Stabat, Minggu.
Permintaan yang kita sampaikan kepada Dirjen PHKA Darori, karena keterbatasan Pemkab Langkat dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kerusakan hutan mangrove di pesisir pantai timur Langkat, katanya.
Ada empat kecamatan yang hutan mangrovenya rusak yang kita laporkan kepada Dirjen yaitu kecamatan Gebang, Babalan, Brandan Barat dan Tanjungpura.
Dalam kesempatan itu, ditegaskan Dirjen bahwa pihaknya dalam waktu dekat ini akan segera turun ke Langkat, untuk melihat dari dekat berbagai kerusakan hutan mangrove.
“Upaya penyelamatan hutan mangrove ini akan secepatnya dilakukan, seperti yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia,” kata Surya menerangkan apa yang disampaikan Dirjen PHKA.
Berbagai upaya penyelamatan sudah dilakukan pemkab Langkat, namun karena keterbatasan dana maupun juga penyidik dan alatnya, maka perlu kordinasi.
“Kita hanya tinggal menunggu kapan aksi penyelamatan hutan itu akan dilakukan oleh tim terpadu dari pusat,” ungkap Surya Djahisa.
Sementara itu Kepala Bidang Rehabilitasi Lahan Pengendalian dan Perlindungan Hutan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat, Azrinal Lubis yang dihubungi mengungkapkan bahwa kerusakan hutan mangrove yang ada di empat kecamatan itu Gebang, Babalan, Brandan Barat dan Tanjungpura ada sekitar 1.540 hektare.
“Belum lagi kerusakan di kecamatan lainnya, itu baru di empat kecamatan, sementara masih ada lagi lima kecamatan yang kemungkinan hutan mangrovenya rusak parah,” katanya.
Untuk kecamatan Gebang yang rusak berada di kawasan Pasar Rawa seluas 100 hektare. Selanjutnya juga di hutan mangrove Kwala Gebang seluas 200 hektare, kemudian tambahan lagi seluas 40 hektare.
Kemudian di Pangkalan Batu Kecamatan Brandan Barat seluas 100 hektare, dan desa Lubuk Kertang seluas 500 hektare.
Kerusakan juga terjadi di desa Securai Selatan Kecamatan Babalan seluas 200 hektare, dan Desa Bubun Kecamatan Tanjungpura seluas 400 hektare, kata Azrinal.

Source : Antara Sumut


PENOLAKAN KONVERSI HUTAN MANGROVE MENJADI PERKEBUNANA KELAPA SAWIT


PERNYATAAN SIKAP
PENOLAKAN KONVERSI HUTAN MANGROVE MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Minggu 22 Januari 2012 DISEPANJANG PANTAI TIMUR SUMATERA UATARA
Assalamualaikum wr,wb.
Salam sejahtera bagi kita semua,
Salam Kedilan Perikanan,
Hutan magrove yang berada disepanjanga DAS Tanjung Balai dan DAS Sei Babalan, Kabupaten langkat adalah kawasan hutan Lindung (register 8/L), dengan luas 30.506. Selain tempat pemijahan benih ikan dan biota laut hutan magrove juga memberikan pendapat alternatif bagi nelayan, dalam satu bulan kawasan magrove bisa mengahsilkan 50-60 liter madu.
Sejak tahun 2006 kawasan hutan magrove yang dirambah dan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 16.446Ha. Perubahan fungsi kawasan ini dilakukan tiga perusahaan perkebunan sawit, UD Harapan Sawita 1000 Ha, KUD Murni 385 Ha, PT Pelita Nusantara Sejahtera 2.600 Ha. Perubahan fungsi ini tidak mendapatkan izin dari Departement Kehutanan dan Bupati Langkat dengan No 593-1254 thun 2008, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat telah tiga kali mengeluarkan surat peringatan dengan No 5222.4-1151/HUTBUN/2010, aktivitas perambahan yang dilakukan oleh UD Harapan Sawita , KUD Murni dan PT Pelita Nusantara Sejahtera terus berlangsung dan dibeking oleh oknum.
Akibat perambahan yang dilakukan oleh ketiga perusahaan tersebut telah merugikan negara  sebesar  160 Milliar, dan menguntungkan segelintir orang dan golongan, serta merta memiskinkan masyarakat yang berada di enam desa ( Desa Perlis, Klantan, Lubuk Kasih, Lubuk Kertang, Alur Dua, Kelurahan Barandan Barat dan Kelulahan Sei Bilah).
Dampak negatif dari aktivitas Illegal perkebunan tersebut, hilangnya dan menurunnya mata pencaharian nelayan akibat ditutupnya 30 lebih paluh atau anak sungai (paluh Burung Lembu, Terusan Habalan, Napal dan Tanggung) dengan diameter 3-4 meter, Paluh (anak-anak sungai) merupakan sumber penghidupan, di mana nelayan-nelayan bubu, ambai, belat, jaring menggantungkan hidupnya. Paluh bukan muara sungai kecil, tapi anak sungai dengan diameter ± 3-4 meter, yang biasanya menjadi tempat berkembangnya ikan-ikan seperti ikan kakap, ikan merah, ikan kerapu, ikan senangin dan lainnya. untuk memuluskan aktivitas berkebun mereka, perkebunan membangun tanggul dengan tinggi 2-4 meter dan diameter 4-6 meter
Hasil pertemuan masyarakat dan dinas kehutanan provinsi sumatera utara pada tanggal 28 November 2011 yang mengaktakan bahwa UD Harapan Sawita,PT Pelita Nusantara Sejahtera dan pengkonversi ekosistem mangrove lainnya adalah illegal dan seterusnya sesuai rekaman pertemuan tersebut yang di dokumentasikan.
Maka Kami mendesak
1.Gubernur Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Propinsi, POLDASU, menindak dan menagkap pemilik perusahaan UD. Haqrapan Sawita, KUD Murni dan PT Pelita Nusantara Sejahtera, karena telah menyengserakan kehidupan Nelayan dan merugikan Negara.
2.Apabila dalam waktu satu bulan sejak 28 November 2011 pemerinmtah sumatera uatara , Dinas Kehutanan propinsi dan Poldasu, belum mengambil tindakan tegas pada pemilik tiga Perkebunan tersebut maka kami akan melakukan dengan cara kami sendiri.
3.Mendesak UD. Harapan Sawita, KUD. Mina Murni, PT Pelita Nusantara Sejahtera, untuk merehabilitasi kawasan magrove yang telah dirubah fungsinya.
4.Membuka kembali Paluh/Anak sungai yang telah di tutup akibat dari pengkonversian Ekosistem Mangrove.
Langkat 22 Januari 2012
WALHI Sumatera Utara,JOB (Jelajah Orientasi Bumi),KSU Bahagia Keluarga Bahari,KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia),Masyarkat Pesisir,KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan),LBH-Medan,GEMILANG (Gerakan Mahasisiwa Intelektual Langkat),GSM (Green Student Movment)

Source : Walhi (190112)

24 Januari 2012

Sumatera Utara, zamrudtv - Hutan magrove yang berada disepanjanga DAS Tanjung Balai dan DAS Sei Babalan, Kabupaten langkat adalah kawasan hutan Lindung (register 8/L), dengan luas 30.506. Selain tempat pemijahan benih ikan dan biota laut hutan magrove juga memberikan pendapat alternatif bagi nelayan, dalam satu bulan kawasan magrove bisa mengahsilkan 50-60 liter madu.

Sejak tahun 2006 kawasan hutan magrove yang dirambah dan dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 16.446Ha. Perubahan fungsi kawasan ini dilakukan tiga perusahaan perkebunan sawit, UD Harapan Sawita 1000 Ha, KUD Murni 385 Ha, PT Pelita Nusantara Sejahtera 2.600 Ha. Perubahan fungsi ini tidak mendapatkan izin dari Departement Kehutanan dan Bupati Langkat dengan No 593-1254 thun 2008, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat telah tiga kali mengeluarkan surat peringatan dengan No 5222.4-1151/HUTBUN/2010, aktivitas perambahan yang dilakukan oleh UD Harapan Sawita , KUD Murni dan PT Pelita Nusantara Sejahtera terus berlangsung dan dibeking oleh oknum.

Akibat perambahan yang dilakukan oleh ketiga perusahaan tersebut telah merugikan negara sebesar 160 Milliar, dan menguntungkan segelintir orang dan golongan, serta merta memiskinkan masyarakat yang berada di enam desa ( Desa Perlis, Klantan, Lubuk Kasih, Lubuk Kertang, Alur Dua, Kelurahan Barandan Barat dan Kelulahan Sei Bilah).

Dampak negatif dari aktivitas Illegal perkebunan tersebut, hilangnya dan menurunnya mata pencaharian nelayan akibat ditutupnya 30 lebih paluh atau anak sungai (paluh Burung Lembu, Terusan Habalan, Napal dan Tanggung) dengan diameter 3-4 meter, Paluh (anak-anak sungai) merupakan sumber penghidupan, di mana nelayan-nelayan bubu, ambai, belat, jaring menggantungkan hidupnya. Paluh bukan muara sungai kecil, tapi anak sungai dengan diameter ± 3-4 meter, yang biasanya menjadi tempat berkembangnya ikan-ikan seperti ikan kakap, ikan merah, ikan kerapu, ikan senangin dan lainnya. untuk memuluskan aktivitas berkebun mereka, perkebunan membangun tanggul dengan tinggi 2-4 meter dan diameter 4-6 meter

Hasil pertemuan masyarakat dan dinas kehutanan provinsi sumatera utara pada tanggal 28 November 2011 yang mengaktakan bahwa UD Harapan Sawita,PT Pelita Nusantara Sejahtera dan pengkonversi ekosistem mangrove lainnya adalah illegal dan seterusnya sesuai rekaman pertemuan tersebut yang di dokumentasikan.

erkait dengan hal itu, Walhi meminta Gubernur Sumatera Utara, Dinas Kehutanan Propinsi, POLDASU, menindak dan menagkap pemilik perusahaan UD. Haqrapan Sawita, KUD Murni dan PT Pelita Nusantara Sejahtera, karena telah menyengserakan kehidupan Nelayan dan merugikan Negara. Mereka juga meminta Apabila dalam waktu satu bulan sejak 28 November 2011 pemerintah sumatera utara , Dinas Kehutanan propinsi dan Poldasu, belum mengambil tindakan tegas pada pemilik tiga Perkebunan tersebut maka kami akan melakukan dengan cara kami sendiri.

Selain itu, Walhi juga meminta UD. Harapan Sawita, KUD. Mina Murni, PT Pelita Nusantara Sejahtera, untuk merehabilitasi kawasan magrove yang telah dirubah fungsinya dan membuka kembali Paluh/Anak sungai yang telah di tutup akibat dari pengkonversian Ekosistem Mangrove.