Jakarta, (Analisa). Kuota daging impor yang ditetapkan 85.000 ton pada 2012, dianggap tidak akan mencukupi kebutuhan industri pengolahan daging, apalagi melihat realisasi konsumsi daging impor pada 2010-2011 di atas angka 85.000 ton.
Seperti diungkapkan, Ketua Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia (ASPIDI), Thomas Sembiring, angka 85.000 ton tersebut bukan angka mati.
Pasalnya dia yakin kuota sebanyak itu tidak akan mencukupi kebutuhan industri dan konsumsi dalam negeri.
"Memang ini terkait program pemerintah swasembada daging, namun kalau dilihat situasinya sampai saat ini tampaknya pasokan daging dalam negeri tidak akan cukup," ujar, Thomas kepada detikFinance, Sabtu (24/12).
Menurut Thomas, kebutuhan daging impor saja pada 2010 sudah mencapai 120.000 dan belum termasuk sapi bakalan, sementara pada 2011 kuota awalnya 34.000 ton namun dikarenakan ada gejolak harga pasar pemerintah kembali membukan kran pintu impor daging dan ditetapkan kuotanya sebesar 93.000 ton.
"Jadi, kalau melihat realisasi konsumsi 2010-2011 nampaknya 85.000 ton daging tersebut tidak akan cukup, makanya saya yakin angka 85.000 ton tersebut bukan angka mati," katanya.
Namun menurut Thomas, kondisi tersebut akan merugikan konsumen dan industri, pasalnya pemerintah akan menerapkan sistem buka tutup kran impor daging.
"Kalau harga bergejolak naik, pemerintah baru buka dan tambah kuota impor daging.
Tapi untuk mendatangkan daging perlu waktu dan kontrak baru serta lamanya pengiriman.
Sementara harga di pasar terus naik, yang dirugikan siapa? Bukan kami, tapi konsumen, masyarakat yang terbebani," ujarnya.
Thomas bilang, sudah hukum ekonomi, kalau barang sedikit, harga pasti mahal. Apalagi bagi industri pengolahan daging, seperti sosis, bakso dan sebagainya, serta restoran seperti MCD, AW, Chang Restoran yang punya standar khusus terhadap produknya.
"Mereka masih gunakan daging impor, kalau dipakai sapi lokal tentu berubah hasil produknya, kalau berubah bisa berbahaya bagi restoran atau industri tersebut bisa jadi izin seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sertifikat lainnya bisa dicabut," ungkapnya.
Sebelumnya Menteri Pertanian Suswono mengatakan, kebutuhan daging ini sekitar 399 ribu ton akan dipasok dari dalam negeri.
Angka ini didasarkan dari hasil sensus sapi yang dilakukan BPS beberapa waktu lalu.
Karena kebutuhan daging yang belum dipenuhi domestik, maka pemerintah membuka kran impor 85.000 ton daging beku dan 280 ribu ekor sapi bakalan.
Menurut Suswono, meski impor sudah terjadi penurunan drastis dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Maksimal kita 20% dari kebutuhan melalui impor. Sudah kita targetkan, dan bukan turun lagi. Tapi sangat drastis," katanya. (dtc)
Pasalnya dia yakin kuota sebanyak itu tidak akan mencukupi kebutuhan industri dan konsumsi dalam negeri.
"Memang ini terkait program pemerintah swasembada daging, namun kalau dilihat situasinya sampai saat ini tampaknya pasokan daging dalam negeri tidak akan cukup," ujar, Thomas kepada detikFinance, Sabtu (24/12).
Menurut Thomas, kebutuhan daging impor saja pada 2010 sudah mencapai 120.000 dan belum termasuk sapi bakalan, sementara pada 2011 kuota awalnya 34.000 ton namun dikarenakan ada gejolak harga pasar pemerintah kembali membukan kran pintu impor daging dan ditetapkan kuotanya sebesar 93.000 ton.
"Jadi, kalau melihat realisasi konsumsi 2010-2011 nampaknya 85.000 ton daging tersebut tidak akan cukup, makanya saya yakin angka 85.000 ton tersebut bukan angka mati," katanya.
Namun menurut Thomas, kondisi tersebut akan merugikan konsumen dan industri, pasalnya pemerintah akan menerapkan sistem buka tutup kran impor daging.
"Kalau harga bergejolak naik, pemerintah baru buka dan tambah kuota impor daging.
Tapi untuk mendatangkan daging perlu waktu dan kontrak baru serta lamanya pengiriman.
Sementara harga di pasar terus naik, yang dirugikan siapa? Bukan kami, tapi konsumen, masyarakat yang terbebani," ujarnya.
Thomas bilang, sudah hukum ekonomi, kalau barang sedikit, harga pasti mahal. Apalagi bagi industri pengolahan daging, seperti sosis, bakso dan sebagainya, serta restoran seperti MCD, AW, Chang Restoran yang punya standar khusus terhadap produknya.
"Mereka masih gunakan daging impor, kalau dipakai sapi lokal tentu berubah hasil produknya, kalau berubah bisa berbahaya bagi restoran atau industri tersebut bisa jadi izin seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sertifikat lainnya bisa dicabut," ungkapnya.
Sebelumnya Menteri Pertanian Suswono mengatakan, kebutuhan daging ini sekitar 399 ribu ton akan dipasok dari dalam negeri.
Angka ini didasarkan dari hasil sensus sapi yang dilakukan BPS beberapa waktu lalu.
Karena kebutuhan daging yang belum dipenuhi domestik, maka pemerintah membuka kran impor 85.000 ton daging beku dan 280 ribu ekor sapi bakalan.
Menurut Suswono, meski impor sudah terjadi penurunan drastis dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Maksimal kita 20% dari kebutuhan melalui impor. Sudah kita targetkan, dan bukan turun lagi. Tapi sangat drastis," katanya. (dtc)