Wednesday, November 13, 2013

Lokasi koin emas di Aceh bekas perakitan senjata 400 ahli Turki

Putroe Canden mengalami kesurupan di Kantor Desa Gampong Pande. Saat kesurupan dirinya meminta pedang dikembalikan.
Lokasi koin emas di Aceh bekas perakitan senjata 400 ahli Turki
Merdeka.com - Gampong Pande (Desa Pinter) heboh menyusul temuan koin emas di rawa-rawa. Di desa yang terletak di titik nol Banda Aceh itu dulunya lokasi tempat perakitan persenjataan Kerajaan Aceh Darussalam.

Bahkan ketika masa kepemimpinan kerajaan Sultan Alkahar mengundang 400 tenaga ahli perakitan persenjataan dan meriam dari Turki. Saat itu, agenda besarnya adalah untuk mengusir Portugis yang telah menjajah kerajaan Aceh Darussalam saat itu.

"Gampong Pande ini pusat pembuatan senjata, ada banyak meriam besar-besar dibuat di sini, bahkan raja mengundang 400 tenaga ahli dari Turki kala itu," tegas salah seorang sejarawan Aceh, Rusdi Sufi, Selasa (12/11) di Banda Aceh.

Dijelaskannya, perakitan persenjataan tersebut guna untuk melawan penjajahan yang dilakukan oleh Portugis saat itu.
"Portugis saat itu menjajah Aceh Darussalam untuk menghancurkan peradaban Islam kala itu," jelas Rusdi.

Hal ini juga dibenarkan oleh salah seorang kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid, bahwa Gampong Pande selain pusat kerajinan juga gudang persenjataan yang besar untuk melawan Portugis. "Benar, di situ juga dulu gudang persenjataan dan tempat perakitan senjata seperti meriam," ulas Tarmizi.

Rusdi Sufi meminta Pemerintah Aceh untuk bertanggung jawab soal kelestarian artefak peninggalan masa kesultanan di masa lampau itu. Pasalnya, itu sudah menjadi cagar budaya yang sudah dilindungi dalam perundang-undangan yang ada di Indonesia.

"Semestinya pemerintah harus bergerak cepat menyelamatkan artefak itu, karena itu cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya," kata Rusdi Sufi di kantornya, Selasa (12/11).

Harusnya, pemerintah proaktif menyelamatkan artefak itu sebagai bukti kejayaan kerajaan di Aceh di masa lampau. "Jangan sampai kekayaan artefak Aceh itu dimiliki oleh orang lain di luar negeri," jelas Rusdi.

Sedangkan kolektor manuskrip Aceh, Tarmizi A Hamid menyebutkan, pemerintah semestinya harus mencegah artefak Aceh berpindah tangan pada negara lain. Saat ini, ia sendiri kecewa pada pemerintah yang dinilai lambat dalam bergerak. "Pemerintah harus buat aturan segera terkait dengan itu, semestinya pemerintah harus cepat bergerak dan bila perlu pemerintah menebus koin emas itu dari warga yang menemukannya," tukas Tarmizi.

Selain itu, kepentingan untuk menyelamatkan artefak itu untuk kepentingan pendidikan. Jadi penting pemerintah mempersiapkan tim ahli untuk melakukan penelitian lebih lanjut. "Perlu diteliti lebih lanjut, termasuk untuk kepentingan memastikan keasliannya," sebut Tarmizi.
[tts]

No comments: