Kesultanan Langkat merupakan salah satu negara bagian yang lebih tua di pesisir utara-timur Sumatera. Meskipun datang kembali ke usia pra-Islam, sejarah mencatat dimulai dari abad ketujuh belas.
Raja Langkat menjabat sebagai wakil atau penguasa lokal atas nama Sultan Aceh sampai tahun-tahun awal abad kesembilan belas.
Kedatangan orang Eropa pada abad sembilan belas dan dua puluhan melemahkan kekuatan Aceh sebagai penjajah mereka, mendorong Raja-Raja Langkat untuk mencari untuk membangun kemandirian mereka sendiri.
Mereka menerima perlindungan Sultan Siak yang saat itu menjadi kekuatan yang dominan di pantai timur Sumatera.
Namun, Aceh kembali pada 1850 dan berusaha mendapatkan kembali kontrol atas tanah Langkat. Pemberian gelar megah untuk para penguasa lokal dan kehadiran administratif terjadi hanya untuk suatu periode. Akhirnya, kekuasaan Aceh bukan tandingan orang Eropa.
Langkat membuat kontrak yang terpisah dengan Belanda pada tahun 1869 untuk memerdekakan Langkat dari Aceh dan mengakui Raja sebagai Sultan pada tahun 1887.
Potensi untuk mengembangkan ekonomi perkebunan adalah godaan besar bagi Belanda dan prospek pendapatan dari sewa, terlalu besar untuk Raja. Musa al-Khalidy, diasumsikan judul Sultan dan nama pemerintahan untuk menandakan kesetaraan lengkap dengan mantan maharaja.
Secara umum bila di bandingkan dengan Deli, Asahan dan Siak, Langkat lebih makmur melebihi harapan. permintaan Karet drastis sejak Perang Besar dan permintaan terus berkembang untuk minyak diikuti selama tahun 1920-an dan 30-an.
Pada awal 1930-an Sultan Langkat adalah penguasa terkaya di Sumatra, berkat royalti minyak dari ladang Pengkalan Brandan. Semua ini hanya melayani untuk meningkatkan iri orang Jepang.
Urutan Raja (1670-1869) & Sultan (1869-sekarang)
Dan peristiwa penting bagi Kesultanan Langkat
Sultan ke Tahun Nama
1 Ca 1670 – 1670 Panglima Deva Shahdan, Datuk Langkat jajahan Deli.Memisahkan diri dari Deli Tua; mendirikan Langkat tetapi kemudian dikuasai Aceh dan menjadi taklukan Aceh hingga 1818 (saat Siak menyerang)
2 1670 – 17xx Bertahta Raja Kahar ibni al-Marhum Panglima Deva Shahdan, Raja Langkat
3 17xx – 17xx Bertahta Sutan Bendahara Raja Badi uz-Zaman ibni al-Marhum Raja Kahar, Raja Langkat
4 17xx – 1818 Bertahta Raja Hitam ibni al-Marhum Sutan Bendahara Raja Badi uz-Zaman [Kejeruan Tua], Raja Langkat
1818 Langkat diserang Siak, Raja Hitam lari ke Deli dan terbunuh. Siak menjadikan Langkat sebagai taklukan dan mengangkat Raja baru yaitu anak dari Raja Indra Bongsu (adik Raja Hitam) bernama Raja Ahmad
5 1818 – 1840 Bertahta Raja Ahmad ibni al-Marhum Raja Indra Bongsu, Raja Langkat
6 1840 – 1893 Bertahta Raja Musa ibni al-Marhum Raja Ahmad, Raja Langkat
1854, Aceh kembali menyerang Langkat dan menjadikan Langkat taklukannya (lepas dari Siak) dan tetap menganggap Raja Musa sebagai Raja Langkat dengan gelar: Pangeran Indra di-Raja Amir, Pahlawan Sultan Aceh
1869 Aceh melemah, Hindia Belanda masuk dan memerdekakan Langkat dari Aceh maupun Siak.
Gelaran RAJA diganti SULTAN. Raja Musa secara resmi mengganti nama menjadi : Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mahadiah Mu’azzam Shah ibni al-Marhum Sultan Ahmad, Sultan Langkat
7 1893 – 1927 Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan Haji Musa al-Khalid al-Mu’azzam Shah, Sultan Langkat
Zaman keemasan Langkat dengan kontrak minyak dan perkebunan tembakau dgn Hindia Belanda. Sultan ini yang membangun Istana Darul Aman, Masjid Azizi dan menjalin pernikahan dengan anak Sultan Kedah dan Selangor.
8 1927 – 1948 Bertahta H.H. Sri Paduka Tuanku Sultan Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah ibni al-Marhum Sultan ‘Abdu’l ‘Aziz, Sultan Langkat
1946 Revolusi Sosialoleh PKI, Istana Darul Aman dibakar dan banyak bangsawan Melayu Sumatra Timur (Langkat,Deli,Serdang,Asahan & Labuhan Batu ) yang dibunuh; termasuk Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah dan Raja Muda Langkat (putra sulung Sultan)Tengku Musa bin Sultan Mahmud
Sultan tetap diangkat sebagai Kepala Kerabat Istana Langkat (Head of Langkat Royal House) dan berfungsi sebagai pengayom budaya saja
9 1948 – 1990 Diangkat Tengku Atha’ar ibni al-Marhum Sultan Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of Langkat (putra kedua Sultan ke 8)
10 1990 – 1999 Diangkat Tengku Mustafa Kamal Pasha ibni al-Marhum Sultan Mahmud ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah, Head of the Royal House of Langkat (putra keempat Sultan ke 8)
Sultan dinobatkan tetapi bukan dari anak Sultan 10 tetapi justru kembali ke galur cucu dari Sultan ke 7; Dari permaisuri ke 3: Tengku Fatimah Sham binti Tengku Puteh (kerabat Kesultanan Serdang)
11 1999 – 2001 Diangkat Tengku Dr Herman Shah bin Tengku Kamil, Head of the Royal House of Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke2 Sultan)
2001 Gelar utuh kembali dipakai
12 2001 – 2003 Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Iskandar Hilali ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah al-Haj ibnu al-Marhum Tengku Murad Aziz, Sultan Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke7 Sultan)
13 2003 Dinobatkan Y.M. Sri Paduka Tuanku Sultan Azwar ‘Abdu’l Jalil Rahmad Shah al-Haj ibni al-Marhum Tengku Maimun, Sultan Langkat (cucu Sultan 7; anak dari putra ke10 Sultan)
Istana Darul Aman telah hancur dalam Revolusi Sosial tahun 1946, tetapi Masjid Di Raja (Masjid Azizi) dan Pekuburan Diraja masih terawat dengan baik di Tanjung Pura.
Dan untuk kepentingan pelestarian Budaya Melayu Resam Langkat maka tetap diangkat Sultan Langkat, dimana yang sekarang adalah sultan ke 13.
Sedangkan Majlis Budaya Melayu Sumatra Timur yang mengurusi dokumentasi budaya Melayu seluruh pantai timur dipusatkan di Stabat (dimana sebuah Rumah Panggung Melayu diwujudkan sebagai tempat pameran dan aktivitas budaya lainnya).
Sumber berita : http://sriandalas.multiply.com/journal/item/140
No comments:
Post a Comment