Suku Arab-Indonesia adalah warga negara Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia -- misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor (Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik (Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta (Kauman) dan Probolinggo (Diponegoro),dan Bondowoso -- serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Banjarmasin, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Kupang, Papua dan bahkan di Timor Timur. Pada jaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku India-Indonesia, tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia.
Sejarah kedatangan
Setelah terjadinya perpecahan besar diantara umat Islam yang menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulailah terjadi perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya.
Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut inilah asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko; akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.
Perkembangan di Indonesia
Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan terjadi sejak abad pertengahan (abad ke-13), dan hampir semuanya adalah pria. Tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Berdasarkan taksiran pada 1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka tidak kurang dari 70 ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.
Marga-marga ini hingga sekarang mempunyai pemimpin turun-temurun yang bergelar "munsib". Para munsib tinggal di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat tinggal asal keluarganya. Semua munsib diakui sebagai pemimpin oleh suku-suku yang berdiam di sekitar mereka. Di samping itu, mereka juga dipandang sebagai penguasa daerah tempat tinggal mereka. Di antara munsib yang paling menonjol adalah munsib Alatas, munsib Binsechbubakar serta munsib Al Bawazier.
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar 1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah punah - seperti Basyeiban dan Haneman - di Indonesia jumlahnya masih cukup banyak.
Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi (Sayyidi) keturunan Rasul SAW (terutama melalui jalur Husain bin Ali) dan kelompok Qabili, yaitu kelompok diluar kaum Sayyid. Di Indonesia, terkadang ada yang membedakan antara kelompok Sayyidi yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh (Masyaikh) yang biasa pula disebut "Irsyadi" atau pengikut organisasi al-Irsyad.
Tokoh-tokoh dan peranan
Di Indonesia, sejak jaman dahulu telah banyak di antara keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pejuang-pejuang, alim-ulama dan da'i-da'i terkemuka. Banyak di antara para Walisongo adalah keturunan Arab, dan diduga kuat merupakan keturunan kaum Sayyid Hadramaut (Van Den Berg, 1886) atau merupakan murid dari wali-wali keturunan Arab. Kaum Sayyid Hadramaut yang datang sekitar abad 15 dan sebelumnya (Walisongo, kerabat dan ayahanda dan datuk mereka) mempunyai perbedaan fundamental dengan kaum Sayyid Hadramaut yang datang pada gelombang berikutnya (abad 18 dan sesudahnya).
Yang mana kaum Sayyid Hadramaut pendahulu, seperti dilansir Van Den Berg, banyak berasimilasi dengan penduduk asli terutama keluarga kerajaan-kerajaan Hindu dalam rangka mempercepat penyebaran agama Islam, sehingga keturunan mereka sudah hampir tak bisa dikenali. Sedangkan yang datang abad 18 dan sesudahnya banyak membatasi pernikahan dengan penduduk asli dan sudah datang dengan marga-marga yang terbentuk belakangan (abad 16-17) hingga saat ini sangat mudah dikenali dalam bentuk fisik tubuh dan nama.
Sampai saat ini, peranan warga Arab-Indonesia dalam dunia keagamaan Islam masih dapat terasakan. Mereka -- terutama yang merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW -- mendapat berbagai panggilan (gelar) penghormatan, seperti Syekh, Sayyid, Syarif (di beberapa daerah di Indonesia menjadi kata Ayip), Wan atau Habib dari masyarakat Indonesia lainnya.
Di samping tokoh-tokoh agama, banyak pejabat negara dan tokoh terkenal Indonesia masa kini yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Nama-nama mereka antara lain:
AR Baswedan (Menteri Penerangan 1947)
Abdurahman Saleh (Jaksa Agung,2004-2007)
Ahmad Albar (Artis penyanyi rock kelompok God Bless)
Ali Alatas (Menteri Luar Negeri, 1988-1998)
Alwi Shihab (Menteri Luar Negeri, 1999-2001; dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2004-2005)
Assaat (pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS))
Fuad Bawazier (Menteri Keuangan, 1998)
Fuad Hassan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 1985-1993)
Husin Umar Alhajri (Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiah Indonesia, 1940-2007)
Mar'ie Muhammad (Menteri Keuangan, 1993-1998)
Mark Sungkar (Aktor Indonesia)
Muchsin Alatas (Artis penyanyi dangdut)
Munir (Ketua LSM Kontras, aktivis anti kekerasan)
Quraish Shihab ( Menteri Agama, 1998)
Rusdy Bahalwan (Mantan pemain dan pelatih Tim Nasional Sepak Bola Indonesia)
Salim Al-Idrus (Pemain Sepak Bola : Pelita Jaya, Persib Bandung,
Saleh Afiff (Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, 1993-1998)
Ritual ziarah
Di Hadramaut, banyak pemimpin agama yang makamnya diziarahi. Demikian banyaknya jumlah mereka, hingga bila ada seseorang dari Jakarta yang tinggal selama 40 hari di Hadramaut, belum tentu dapat menjangkau seluruh tempat ziarah yang ada.
Tempat ziarah yang paling terkenal adalah "Qabr Hud", yang menurut kepercayaan orang Hadramaut adalah makam nenek moyang mereka, Nabi Allah Hud AS. Qabr Hud terletak di sebuah lembah, dan terdapat sebuah masjid berdekatan dengannya. Setiap tanggal 11 Sya'ban tahun Hijriah, tempat ini banyak didatangi para penziah. Mereka bukan saja berasal dari Hadramaut, melainkan juga dari berbagai negara yang 'memiliki' banyak keturunan Hadramaut. Mereka biasanya tinggal di gedung-gedung bertingkat tiga yang hanya digunakan pada saat acara ziarah. Pada hari itu juga ada pasar raya, yang suasananya kira-kira seperti upacara Sekaten di Yogyakarta.
Menurut tradisi, untuk ziarah ini para peziarah sebaiknya mandi terlebih dahulu atau minimal berwudhu di telaga Hud; yang terletak di bawah makam Nabi Hud. Selama tiga hari, kepemimpinan ziarah di Qabr Hud dilakukan secara berganti-ganti. Hari pertama dipimpin munsib Alhabsji, hari kedua oleh munsib Shahabuddin, dan terakhir yang paling meriah dipimpin oleh munsib Binsechbubakar. Begitu meriahnya akhir ziarah ini, hingga peluru-peluru dihamburkan ke udara. Upacara itu dilakukan oleh para pengawal BinSechbubakar, yang dikenal berpengaruh di Hadramaut.
Nama-nama marga
Nama-nama marga/keluarga keturunan Arab Hadramaut dan Arab lainnya yang terdapat di Indonesia, antara lain adalah:
Abud (Qabil) - AbdulAzis (Qabil) - Addibani (Qabil) - Afiff - Alatas (Sayyid) - Alaydrus (Sayyid) - Albar (Sayyid) - Algadrie (Sayyid)- Alhadjri (Qabil) - Alhabsyi (Sayyid) - AlHamid - AlHadar - AlHadad (Sayyid) - AlJufri (Sayyid) - Alkatiri (Qabil) - Assegaff (Sayyid) - Attamimi -AlMuhazir
Ba'asyir (Qabil) - Baaqil (Sayyid) - Bachrak (Qabil) - Badjubier (Qabil) - Bafadhal - Bahasuan (Qabil) - Baraja (Syekh) - Basyaib (Qabil) - Basyeiban (Sayyid) - Baswedan (Qabil) - Baridwan - Bawazier (Sayyid) - BinSechbubakar (Sayyid)
Haneman
Jamalullail (Sayyid)
Bin Zagr (Qabil)
Maula Dawileh (Sayyid) - Maula Heleh/Maula Helah (Sayyid) - Martak (Qabil)
Nahdi (Qabil)
Shahab (Sayyid) - Shihab (Sayyid) - Sungkar (Qabil)
Thalib
Bahafdullah (Qabil)
Trivia
Yang Dipertuan Agung Malaysia 2001-2006 Tuanku Syed Sirajuddin adalah juga tokoh dari marga Jamalullail, yang leluhurnya berasal dari Hadramaut. Demikian pula dengan Menteri Luar Negeri, Malaysia, Syed Hamid Albar.
Mantan Perdana Menteri Timor Leste dan tokoh sentral partai Fretilin, Mari Alkatiri, adalah juga keturunan Hadramaut.
Di Arab Saudi, banyak keturunan Arab Hadramaut yang menjadi pengusaha-pengusaha sukses, seperti marga-marga Bin Laden (keluarga Osama Bin Laden), Bin zagr, Bin Mahfud, Bawazier dan Nahdi.
Di antara marga-marga Hadramaut dari keturunan Sayyid yang pertama-tama ke Indonesia adalah dari keluarga Basyaiban, yaitu Sayyid Abdul Rahman bin Abu Hafs Umar BaSyaiban BaAlawi pada abad ke-17 Masehi. Ia menikah dengan puteri Sunan Gunung Jati, Syarifah Khadijah. Pernikahan ini akhirnya menurunkan banyak kyai di Indonesia. Abu Hafs Sayyid Umar adalah guru dari Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, penasihat utama Sultan Iskandar Thani dari Aceh.
No comments:
Post a Comment