Tuesday, September 29, 2009

Umat Hindu Kampung Bali Ikut Merayakan Nyepi

Tak hanya umat Hindu di Bali yang dapat merasakan kentalnya nuansa religius Hari Raya Nyepi tahun baru Saka 1931. Di "Kampung Bali", sebuah perkampungan umat Hindu di Kabupaten Langkat pun aroma nyepi begitu terasa.


Meski sederhana, hanya diikuti beberapa puluh orang saja, namun upacara menyongsong Hari Raya Nyepi di Dusun VI Kampung Bali, Desa Paya Tusam, Kabupaten Langkat, Rabu 25 Maret berjalan hikmat.


Wartawan Global sengaja berkunjung ke tempat terpencil itu untuk mengikuti dari dekat sebuah tradisi keagamaan masyarakat Hindu Langkat yang setiap tahun tak pernah absen dirayakan.


Warga Hindu yang tinggal di Kampung Bali ini, dahulunya merupakan pengungsi dari Dusun Kadelalang, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, akibat pemukiman mereka dilanda lahar panas dari Gunung Agung di Bali yang meletus pada tahun 1963.


Sebagian dari mereka kemudian bekerja di Perkebunan Tanjung Gabus, Kabupaten Deliserdang. Lima tahun bekerja, permohon mereka untuk diberikan perkampungan kecil dikabulkan pihak perkebunan. "Kampung Bali ini sudah ada sekitar tahun 1970 -1975," kata Kepala Dusun VI, Kampung Bali, Nyoman Sumandro.


Para pengungsi penganut Hindu Bali itu, kemudian membangun gubuk-gubuk tempat berteduh, juga membangun tempat beribadah-nya yaitu Pura Penataran Agung yang berdiri megah di tengah-tengah lokasi pemukiman mereka.


Di pura inilah Rabu lalu, warga yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak berbaur jadi satu sembari melantunkan puji-pujian yang dipimpin Dewa Putu Dana, satu-satunya pemangku agama Hindu yang tersisa di Kampung Bali ini.


Alunan doa dengan bahasa Hindu itupun terdengar sahdu. Para jamaah yang mengenakan pakaian adat Bali mengikuti ritual, dan berbagai prosesi keagamaan lain yang lazim dilakukan masyarakat Hindu Bali di Pulau Dewata.


Seperti yang terlihat Rabu kemarin, mereka terlihat hikmat mengikuti upacara Tawur Kesangeh, sebuah upacara yang dilakukan sehari sebelum Hari Raya Nyepi.


Upacara ini bermakna untuk menyucikan diri di Pura dan berlanjut dengan membuang sesajen di aliran sungai Wampu. Selanjutnya, Kamis (26/3), atau bertepatan Hari Raya Nyepi, mereka melakukan ritual tapa, yoga dan semadi sehari penuh tanpa makan dan minum.


Menurut pemangku agama Hindu di Kampung Bali, Dewa Putu Dana, meski jauh dari Bali, tapi ritual upacara Hari Raya Nyepi masih tetap mereka melakukan.


Bahkan sejumlah pantangan dalam perayaan Hari Raya Nyepi juga mereka patuhi, seperti tidak boleh bekerja (amati karya), tidak boleh menyalakan api dan lampu (amati geni) tidak boleh bepergian (amati lelungan) dan tidak boleh menikmati hiburan, seperti menonton televisi, mendengarkan radio, dan bercanda (amati lelanguan).


YUNI-FAUZI | GLOBAL | LANGKAT

No comments: