Wednesday, July 6, 2011

Sejarah Pankalan Brandan

Pangkalan Berandan adalah ibukota Kecamatan Babalan, Kecamatan Sei. Lepan, Kecamatan Brandan Barat, dan Kecamatan Brandan Timur, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Terletak di pesisir pantai timur pulau Sumatera, sekitar 60 km di sebelah utara Kota Binjai. Kelurahan ini terletak strategis karena dilalui oleh Jalan Raya Lintas Sumatera dan merupakan pintu gerbang provinsi Sumatera Utara relatif dari Aceh.

Pangkalan Brandan terkenal karena merupakan salah satu ladang minyak tertua di Indonesia dan telah dieksplorasi sejak zaman Hindia Belanda.

Kronologi sejarah
•1883 - Konsesi pertama eksploitasi minyak bumi diberikan oleh Sultan Langkat kepada Aeilko J. Zijlker, tepatnya di daerah Telagasaid.
•1885 - Produksi pertama minyak bumi dari perut bumi Pangkalan Brandan.
•1892 - Kilang minyak Royal Dutch yang menjalankan usaha eksplotasi mulai melakukan produksi massal.
•1947 - Tanggal 13 Agustus, peristiwa Brandan Bumi Hangus sebagai salah satu strategi pejuang sebagai bentuk perlawanan terhadap agresi Belanda.


ASAL MUASAL NAMA PANGKALAN BERANDAN

BERANDAN atau Pandan adalah sejenis tumbuhan, dari situlah dipanggil Pengkalan Berandan, yang terletak di Kecamatan Berandan Barat dalam pemerintahan Kebupaten Langkat. Daerah Kabupaten Langkat terletak pada 3014’ & 4013’ lintang utara, serta 93051’ & 98045’ bujur Timur dengan batas-batas sebelah utara dengan selat Melaka dan Propinsi D.I.Aceh. Selatan berbatas dengan Dati II karo, timur dengan Dati II Deli Serdang, juga barat dengan Dati D.I Aceh (Aceh Tengah).

Pengkalan di pinggir Sungai Bebalan yang mengalir ke Laut Selat Melaka, dipenuhi rumah-rumah nelayan yang tidak teratur, menambah seri dan indahnya panorarama di situ. Laut yang bergelombang tenang, bayu yang menyapu muka, bersih, sejuk dan menyegarkan.

Menurut sejarah, pada masa pemerintahan Belanda dan Jepang, Kabupaten Langkat masih berstatus keresidenan dan kesultanan (kerajaan). Pimpinan pemerintahan disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten. Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja, sedangkan bagi orang-orang asal atau pribumi, berada ditangan pemerintahan kesultanan Langkat.

Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892, Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927 dan Sultan Mahmud 1927-1945/46. Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen, struktur pemerintahan disebut ‘luhak’ Di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja kecil Karo) yang berada didesa.

Pemerintahan luhak dipimpin secara Pangeran, pemerintahan kejuruan dipimpin seorang Datuk. Pemerintahan distrik dipimpin seorang Kepala Distrik. Untuk jabatan kepala kejuruan dan Datuk hendaklah dipegang oleh penduduk asal yang pernah menjadi raja didaerahnya. Pemerintahan Kesultanan di Langkat telah dibahagi atas 3 kepala Luhak.
Pada awal 1942, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda beralih ke pemerintahan Jepun, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco. Kekuasaan Jepun ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17-08-1945.

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur iaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati. Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I, dan II, dan Kabupaten Langkat terbagi dua.

Yaitu pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah. Berdasarkan PP No.7 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonomi yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit.

No comments: