1. Koperasi Comlog Giri Mukti Wana Tirta (Pekandangan Lampung Tengah)
2. Koperasi Wana Manunggal Lestari (Gunung Kidul DIY)
3. Asosiasi Pemilik Hutan Rakyat Wonosobo (Wonosobo Jawa Tengah)
4. Gapoktanhut Jati Mustika (Blora Jawa Tengah)
5. Koperasi Hutan Jaya Lestari (Konawe Selatan Sulawesi Tenggara).
Kelima sertifikat
legalitas kayu ini merupakan hasil audit PT. Sucopindo International
Certification Services. Sertifikat ini merupakan sertifikasi legalitas
kayu dari hutan atau lahan milik rakyat yang diterapkan dengan model
sertifikasi berkelompok (group certification). Kelima unit usaha rakyat
ini sebelumnya telah mendapat pendampingan dari Lembaga Swadaya
Masyarakat dengan dukungan Multistakeholder Forestry Program (MFP) yang
merupakan suatu kerjasama Kementerian Kehutanan RI dengan Departement
for International Development Inggeris dengan Yayasan Kehati sebagai
pelaksana. Dengan penyerahan sertifikat ini, maka total sertifikat
verifikasi legalitas kayu serta pengelolaan hutan produksi lestari yang
telah diberikan adalah 59 sertifikat, dan untuk industri sejumlah 136
sertifikat. Dengan penyerahan sertifikat ini dapat memacu semangat para
kelompok tani penerima serta Gapoktan lainnya meningkatkan kredibilitas
dan nama baik bangsa dan negara Indonesia di mata para pelaku
perdagangan kayu dan hasil hutan internasional.
Sebagai wujud komitmen Pemerintah pada hutan rakyat, sampai saat ini
telah terbangun Hutan Rakyat lebih dari 3,5 juta hektar, dengan potensi
standing stock kayu mencapai 125 juta m3 per tahun, potensi siap panen
lebih dari 20 juta m3 per tahun, serta mampu menyerap tenaga kerja
hingga 17,5 juta orang. Tahun 2011 ini, Pemerintah membangun dan
mengembangkan Hutan Rakyat Kemitraan seluas 50 ribu hektar. Dengan
strategi kemitraan yang saling menguntungkan antara para pelaku usaha,
seperti Kelompok Tani, Pengelola Hutan Rakyat, Industri Kehutanan
berbasis kayu rakyat, pedagang lokal dan eksportir yang didukung
Pemerintah Daerah, dapat menjamin kontinyuitas pasokan kayu dan hutan
tetap lestari. Sampai tahun 2010 sedikitnya terdapat 29 industri
melakukan kerjasama kemitraan dengan masyarakat dan telah membagikan
bibit sedikitnya 109 juta bibit.
Indonesia
dikenal sebagai pelopor dalam pemberantasan illegal logging dan
perdagangan kayu serta hasil hutan illegal. Sejak tahun 2001, Indonesia
telah menunjukkan komitmennya dengan memimpin pertemuan tingkat menteri
yang menghasilkan "Bali Declaration on Forest Law Enforcement and
Governance". Sejak saat itu, Indonesia terus berada di garda paling
depan menginisiasi kerjasama internasional dalam pemberantasan illegal
logging dan perdagangan kayu illegal.
Upaya ini terus mendapat dukungan internasional. Hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya komitmen negara-negara konsumen untuk menolak
kayu-kayu illegal. Demikian pula, negara-negara penghasil kayu lainnya
telah berkomitmen untuk memberikan jaminan legalitas produk hasil hutan
mereka. Keduanya telah bersepakat untuk menerapkan sistem yang kredibel
yang dapat menjamin legalitas hasil panen, transportasi, proses dan
perdagangan kayu serta produk kayu olahannya.
Upaya Indonesia memberikan jaminan legalitas produk perkayuan
sejalan dengan kecenderungan pasar perkayuan dunia. Sebagai contoh,
Pemerintah Jepang menerapkan Goho-Wood atau Green Konjuho yang
mewajibkan kayu yang diimpor harus berasal dari sumber-sumber yang
legal. Pemerintah Amerika Serikat melakukan amandemen terhadap Lacey Act
yang dimaksudkan untuk menghindari kayu-kayu import illegal masuk ke
negeri tersebut. Sedangkan Uni Eropa memberlakukan Due Diligent
Regulation (DDR) atau EU Timber Regulation yang melarang menempatkan
kayu ilegal masuk ke Uni Eropa. Dengan demikian, upaya Indonesia sebagai
negara pengekspor kayu untuk terus mendorong penerapan SVLK di negeri
ini tidaklah bertepuk sebelah tangan. Karena negara-negara tujuan
seperti Jepang, AS dan Uni Eropa juga telah berkomitmen untuk menerima
hanyalah kayu-kayu yang bersertifikat dan legal.
Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi Masyhud,Kepala Pusat Humas Kehutanan, Kementerian Kehutanan.
No comments:
Post a Comment