Setelah dua tahun berdirinya Masjid Azizi di Tanjungpura semasa pemerintahan Sultan Musa, Kejuruan Stabat pun tidak ketinggalan untuk membangun masjid diwilayahnya ,dalam tahun 1904 mulai dikerjakan pembangunan masjid yang kini bernama Masjid Raya Stabat .
Semasa Kejuruan Stabat T HM Khalid, masjid ini mulai berkembang dan terakhir diteruskan oleh ahli warisnya diantaranya Tengku Soelung Chalizar dan terakhir dilanjutkan oleh Tengku Syamsul Azhar hingga sekarang. Dengan luas areal 4.454 meter persegi,semula bangunan masjid ini terdiri dari bangunan induk seluas 20 meter persegi delapan,ditambah teras dua meter keliling dengan satu buah menara.Ketika itu jama’ah yang dapat ditampung hanya berkisar 300 orang.

Belakangan ,teras masjid ditambah lagi dengan swadaya dan partisipasi masyarakat setempat,demikian pula pada bagian atapnya mulai direhab.Dulunya bagian atap kubang terbuat dari kayu besi dari Kalimantan,karena lapuk dimakan usia akhirnya atap kubah diganti dengan seng.
Rehabilitasi masjid silih berganti,namun perkembangannya terasa sangat lamban. Ketika itu bangunan teras ditambah lagi semasa Bupati Langkat H Marzuki Erman.( 1986 ).

Tengku Soelung Chalizar selaku Nazir Masjid bersama adiknya Tengku Syah Djohan yang baru diangkat sebagai Lurah Stabatbaru ( 30 Nopember 1991) dengan bantuan swadaya masyarakat yang dikoordinir H Ibnu Kasir selaku pengurus BKM Masjid Raya Stabat, meneruskan pembangunan dan rehab masjid tersebut yang hingga kini berkembang pesat.
Sejak Bupati Langkat H Marzuki Erman, H. Zulfirman Siregar,H Zulkifli Harahap dan H Syamsul Arifin SE serta Haji Ngogesa Sitepu sebagai Bupati Langkat sekarang ini , perhatian terhadap perkembangan dan keberadaan masjid diibukota kabupaten ini, terus berlanjut . Sejak 5 Nopember 1994, tanah lapangan masjid sudah bertambah seluas 1.695 meter persegi yang merupakan wakaf mantan bupati alm H Zulkifli Harahap. Sekarang Masjid Raya Stabat sudah dapat menampung 1.350 jama’ah dengan fasilitas kamar wudhuk khusus kaum perempuan disamping kamar wudhuk yang sudah ada sebelumnya, selain itu terdapat bangunan Gedung Perpustakaan yang meraih Juara Harapan dalam lomba perpustakaan masjid se-Sumut tahun 2001.
Selama tiga tahun berturut-turut ( 1996-1998 ),Masjid Raya Stabat dijadikan sebagai lokasi pelepasan jama’ah calon haji sekabupaten Langkat. Bahkan jamaah haji asal NAD (Naggroe Aceh Darussalam) yang ketika itu berangkat melalui Bandara Polonia Medan,juga menjadikan Masjid Raya Stabat tempat transit.
Sementara itu salah satu keistimewaan masjid ini, terlihat pada setiap bulan Ramadhan, yaitu pengadaan menu khusus untuk bukan puasa bersama . Menunya merupakan makanan ringan khas Melayu yakni Bubur Pedas. Acara berbuka puasa bersama juga terbuka untuk para musafir yang singgah ke masjid ini.
Pada tahun itu juga kamar wudhuk direhab secara permanen dan pada bagian atasnya (lantai dua ) merupakan Aula Masjid Raya Stabat yang dimanfaatkan secara khusus untuk tempat pengajian, manasik haji dan umrah.

Hingga kini keberadaan Masjid Raya Stabat,menjadi tempat persinggahan dari kaum muslimin terutama jamaah yang melakukan perjalanan lintas Banda Aceh - Medan dan sebaliknya. Kini Masjid Raya Stabat yang menjadi kebanggaan bagi warga ibu kota Kabupaten Langkat tersebut, merupakan tempat persinggahan bukan saja untuk beribadah ,tetapi juga untuk sekedar melepas lelah dalam perjalanan lintas Sumatera yang didukung areal parkir dan halaman yang asri. (LangkatOnline/KT&T)
No comments:
Post a Comment